Rabu, 20 Maret 2019

Task 1_Kesia Henysulisdiana_Etika Bisnis


BAB I
DEFINISI ETIKA DAN BISNIS SEBAGAI SEBUAH PROFESI
1.1       Hakikat Mata Kuliah Etika Bisnis
            Menurut Drs. O.P. Simorangkir bahwa hakikat etika bisnis adalah menganalisis atas asumsi-asumsi bisnis, baik asumsi moral maupun pandangan dari sudut moral. Karena bisnis beroperasi dalam rangka suatu sistem ekonomi, maka sebagian dari tugas etika bisnis hakikatnya mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang sistem ekonomi yang umum dan khusus, dan pada gilirannya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang tepat atau tidaknya pemakaian bahasa moral untuk menilai sistem-sistem ekonomi, struktur bisnis.

Contoh praktek etika bisnis yang dihubungkan dengan moral :
Uang milik perusahaan tidak boleh diambil atau ditarik oleh setiap pejabat perusahaan untuk dimiliki secara pribadi. Hal ini bertentangan dengan etika bisnis. Memiliki uang dengan cara merampas atau menipu adalah bertentangan dengan moral. Pejabat perusahaan yang sadar etika bisnis, akan melarang pengambilan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi, Pengambilan yang terlanjur wajib dikembalikan.
Pejabat yang sadar, disebut memiliki kesadaran moral, yakni keputusan secara sadar diambil oleh pejabat, karena ia merasa bahwa itu adalah tanggungjawabnya, bukan saja selaku karyawan melainkan juga sebagai manusia yang bermoral.

Contoh tidak memiliki kesadaran moral :
Seorang berdarah dingin di jalan juanda, Jakarta yang sangat ramai itu menodong dengan clurit dan merampas harta milik seseorang. Baginya menodong itu merupakan kebiasaan dan menjadi profesinya. Apakah ada kesadaran moral bahwa perbuatan itu bertentangan dan dilarang  oleh ajaran agama, hukum dan adat? Sejak kecil ia ditinggalkan oleh ibu bapaknya akibat perceraian, ia bergaul dengan anak gelandangan, pencuri. Sesudah dewasa menjadi penodong ulung. Ia menodong atau membunuh tanpa mengenal rasa takut atau berdosa, bahkan sudah merupakan suatu profesi.

       Setelah mempelajari ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1.      Menjelaskan tiga makna etika dan perbedaannya dengan moral
2.      Menggambarkan jaringan norma dalam kehidupan masyarakat
3.      Menjelaskan peranan dan manfaat etika
4.      Membedakan deontology aturan dengan deontology situasi
5.      Membedakan hedonisme dengan eudaimonisme
6.      Membedakan egoisme etis dengan utilitarianisme

1.2       Definisi Etika dan Bisnis
  • Pengertian Etika
Secara etimologi kata etika berasal dari bahasa Yunani yang dalam bentuk tunggal yaitu ethos dan dalam bentuk jamaknya yaitu ta etha. “ethos” yang berarti sikap, cara, berpikir, watak kesusilaan atau adat. Kata ini identik dengan perkataan moral yang berasal dari kata latin “mos” yang dalam bentuk jamaknya Mores yang berarti juga adat atau cara hidup. Kata Mores ini mempunyai sinonim; mos, moris, manner mores atau manner, morals. Dalam bahasa indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah etika diartikan sebagai:
1.      Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
2.      Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
3.      Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat

  • Pengertian Bisnis
            Bisnis mempunyai prinsip normatif tersendiri, yaitu memaksimalkan keuntungan pribadi dan menekan biaya. Bisnis adalah kegiatan yang menyangkut produksi, penjualan, dan pembelian barang serta jasa untuk memperoleh keuntungan.
            Bisnis adalah kegiatan manusia dalam mengorganisasikan sumber daya untuk menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat. Bisnis adalah membuktikan apa yang dijanjikan (promise) dengan yang diberikan (deliver). Bisnis adalah kegitan diantara manusia untuk mendatangkan keuntungan.
·         Pengertian Etika dan Bisnis
            Etika bisnis merupakan salah satu bagian dari prinsip etika yang diterapkan dalam dunia bsinis (Lozano, 1996). Istilah etika bisnis mengandung pengertian bahwa etika bisnis merupakan sebuah rentang aplikasi etika khusus mempelajari tindakan yang diambil oleh bisnis dan pelaku bisnis.
            Epstein (1989) menyatakan etika bisnis sebagai sebuah persfektif analisis etika didalam bisnis yang menghasilkan sebuah proses dan sebuah kerangka kerja untuk membatasi dan mengevaluasi tindakan-tindakanindividu, organisasi, dan terkadang seluruh masyarakat sosial.    Menurut David (1998), etika bisnis adalah aturan main prinsip dalam organisasi yang menjadi pedoman membuat keputusan dan tingkah laku. Etika bisnis adalah etika pelaku bisnis. Pelaku bisnis tersebut bisa saja, manajer, karyawan, konsumen, masyarakat.
1.3       Itikad Moral, Hukum, dan Agama
            Dalam bahasa indonesia kita moral berarti ahlak atau kesusilaan       yang    mengandung makna tata tertib atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembingbing tingkah laku batin dalam hidup. Moralitas adalah sifat moral keselurahan asas dan atau nilai yang berkenan dengan baik, buruk atau dengan kata lain moralitas merupakan pendoman/standar yang dimiliki oleh individu atau kelompok mengenai benar atau salah dan baik atau buruk.
            Hukum adalah refleksi minimum norma sosial dan standar dari sifat bisnis. Secara umum, kebanyakan orang percaya bahwa sifat di dalam sosial yang tidak tertuliskan dalam hukum. Contohnya saja dalam konflik kepetingan mungkin tidak ilegal, tapi secara umum dapat menjadi tidak beretika dalam kehidupan sosial.
            Etika mendukung keberadaan agama, dimana etika sanggup membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah. Pada dasarnya agama memberikan ajaran moral untuk menjadi pegangan bagi perilaku para penganutnya.
            Menurut Kanter (2001) tidak mungkin orang dapat sungguh-sungguh hidup bermoral tanpa agama, karena (1) moralitas pada hakikatnya bersangkutan paut dengan bagaimana manusia menjadi baik, jalan terbaiknya adalah kita mengikuti perintah dan kehendak Tuhan yang Maha Esa, sesuai dengan keyakinan kita (2) agama merupakan salah satu pranata kehidupan manusia yang paling lama bertahan sejak dulu kala, sehingga moralitas dalam masyarakat erat terjalin dengan kehidupan beragama (3) agama menjadi penjamin yang kuat bagi hidup bermoral. Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama yakni etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional. Sedangkan Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri pada Wahyu Tuhan ajaran agama.
1.4       Klasifikasi Etika
1.         Etika Normatif
Etika normatif merupakan cabang etika yang penyelidikannya terkait dengan pertimbangan-pertimbangan tentang bagaimana seharusnya seseorang bertindak secara etis. Dengan kata lain, etika normatif adalah sebuah studi tindakan atau keputusan etis. Di samping itu, etika normatif berhubungan dengan pertimbangan-pertimbangan tentang apa saja kriteria-kriteria yang harus dijalankan agar suatu tindakan atau kepusan itu menjadi baik (Kagan, 1997, 2). Dalam etika normatif ini muncul teori-teori etika, misalnya etika utilitarianisme, etika deontologis, etika kebajikan dan lain-lain. Suatu teori etika dipahami bahwa hal tersebut mengajukan suatu kriteria tertentu tentang bagaimana sesorang harus bertindak dalam situasi-situasi etis (Williams, 2006, 72). Dalam pengajukan kriteria norma tersebut, teori etika akan memberikan semacam pernyataan yang secara normatif mengandung makna seperti “Fulan seharusnya melakukan X” atau “Fulan seharusnya tidak melakukan X”.

2.         Etika Terapan
Etika terapan merupakan sebuah penerapan teori-teori etika secara lebih spesifik kepada topik-topik kontroversial baik pada domain privat atau publik seperti perang, hak-hak binatang, hukuman mati dan lain-lain. Etika terapan ini bisa dibagi menjadi etika profesi, etika bisnis dan etika lingkungan. Secara umum ada dua fitur yang diperlukan supaya sebuah permasalahan dapat dianggap sebagai masalah etika terapan.
Pertama, permasalahan tersebut harus kontroversial dalam arti bahwa ada kelompok-kelompok yang saling berhadapan terkait dengan permasalahan moral. Masalah pembunuhan, misalnya tidak menjadi masalah etika terapan karena semua orang setuju bahwa praktik tersebut memang dinilai tidak bermoral. Sebaliknya, isu kontrol senjata akan menjadi masalah etika terapan karena ada kelompok yang mendukung dan kelompok yang menolak terhadap isu kontrol senjata.

3.         Etika Deskriptif
       Etika deskriptif merupakan sebuah studi tentang apa yang dianggap ‘etis’ oleh individu atau masyarakat. Dengan begitu, etika deskriptif bukan sebuah etika yang mempunyai hubungan langsung dengan filsafat tetapi merupakan sebuah bentuk studi empiris terkait dengan perilaku-perilaku individual atau kelompok. Tidak heran jika etika deskriptif juga dikenal sebagai sebuah etika komparatif yang membandingkan antara apa yang dianggap etis oleh satu individu atau masyarakat dengan individu atau masyarakat yang lain serta perbandingan antara etika di masa lalu dengan masa sekarang. Tujuan dari etika deskriptif adalah untuk menggambarkan tentang apa yang dianggap oleh seseorang atau masyarakat sebagai bernilai etis serta apa kriteria etis yang digunakan untuk menyebut seseorang itu etis atau tidak (Kitchener, 2000, 3).

4.         Metaetika
       Metaetika berhubungan dengan sifat penilaian moral. Fokus dari metaetika adalah arti atau makna dari pernyataan-pernyataan yang ada di dalam etika. Dengan kata lain, metaetika merupakan kajian tingkat kedua dari etika. Artinya, pertanyaan yang diajukan dalam metaetika adalah apa makna jika kita berkata bahwa sesuatu itu baik?
Metaetika juga bisa dimengerti sebagai sebuah cara untuk melihat fungsi-fungsi pernyataan-pernyataan etika, dalam arti bagaimana kita mengerti apa yang dirujuk dari pernyataan-pernyataan tersebut dan bagaimana pernyataan itu didemonstrasikan sebagai sesuatu yang bermakna.
Perkembangan metaetika awalnya merupakan jawaban atas tantangan dari Positivisme Logis yang berkembang pada abad 20-an (Lee, 1986, 8). Kalangan pendukung Positivisme Logis berpendapat bahwa jika tidak bisa memberikan bukti yang menunjukkan sebuah pernyataan itu benar, maka pernyataan itu tidak bermakna. Ketika prinsip dari Positivisme Logis juga diujikan kepada pernyataan-pernyataan etis, maka pernyataan-pernyataan itu harus berdasarkan bukti. Ringkasnya, jika tidak ada bukti, maka tidak ada makna.
Disini kata kuncinya adalah apa yang dikenal dengan “naturalistic fallacy“, yaitu dianggap akan melakukan kesalahan jika kita menarik suatu pernyataan tentang apa yang seharusnya dari pernyataan tentang apa yang ada. Kesulitan dari bahasa etika adalah penyataan-pernyataannya tidak selalu berupa fakta. Disinilah peran sentral dari metaetika yang mengembangkan berbagai cara untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan bahasa etika dengan intensi bahwa pernyataan-pernyataan etis punya makna. Dalam pembahasan ini metaetika biasanya terbagi menjadi dua, yaitu realisme etis dan nonrealisme etis.

1.5       Konsepsi Etika
Konsep etika bisnis tercermin pada corporate culture (budaya perusahaan). Menurut Kotler (1997) budaya perusahaan merupakan karakter suatu perusahaan yang mencakup pengalaman, cerita, kepercayaan dan norma bersama yang dianut oleh jajaran perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari cara karyawannya berpakaian, berbicara, melayani tamu dan pengaturan kantor.
Dasar pemikiran:
Suatu perusahaan akan memiliki hak hidup apabila perusahaan tersebut memiliki pasar, dan dikelola oleh orang-orang yang ahli dan menyenangi pekerjaannya. Agar perusahaan tersebut mampu melangsungkan hidupnya, ia dihadapkan pada masalah:
  1. intern,misalnya masalah perburuhan
  2. Ekstern,misalnya konsumen dan persaingan
  3. Lingkungan, misalnya gangguan keamanan
Pada dasarnya ada 3 hal yang dapat membantu perusahaan mengatasi masalah di atas yaitu:
  1. Perusahaan tersebut harus dapat menemukan sesuatu yang baru.
  2. Mampu menemukan yang terbaik dan berbeda
  3. Tidak lebih jelek dari yang lain
Untuk mewujudkan hal tersebut perlu memiliki nilai-nilai yang tercermin pada:
  1. Visi
  2. Misi
  3. Tujuan
BAB II
Prinsip Etika Dalam Bisnis Serta Etika dan Lingkungan

2.1       Prinsip dalam Bisnis
            Secara umum, prinsip-prinsip yang dipakai dalam bisnis tidak akan pernah lepas dari kehidupan keseharian kita. Namun prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis sesungguhnya adalah implementasi dari prinsip etika pada umumnya.
2.1.1    Prinsip Otonomi
            Orang bisnis yang otonom sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam dunia bisnis. Ia akan sadar dengan tidak begitu saja mengikuti saja norma dan nilai moral yang ada, namun juga melakukan sesuatu karena tahu dan sadar bahwa hal itu baik, karena semuanya sudah dipikirkan dan dipertimbangkan secara masak-masak. Dalam kaitan ini salah satu contohnya perusahaan memiliki kewajiban terhdap para pelanggan, diantaranya adalah:
1)      Memberikan produk dan jasa dengan kualitas yang terbaik dan sesuai dengan tuntutan mereka;
2)      Memperlakukan pelanggan secara adil dalam semua transaksi, termasuk pelayanan yang tinggi dan memperbaiki ketidakpuasan mereka;
3)      Membuat setiap usaha menjamin mengenai kesehatan dan keselamatan pelanggan, demikian juga kualitas lingkungan mereka, akan dijaga kelangsungannya dan ditingkatkan terhadap produk dan jasa perusahaan;
4)      Perusahaan harus menghormati martabat manusia dalam menawarkan, memasarkan dan mengiklankan produk.
Untuk bertindak otonom, diandaikan ada kebebasan untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan yang menurutnya terbaik, karena kebebasan adalah unsur hakiki dari prinsip ekonomi ini. Dalam etika kebebasan adalah prasayarat utama untuk bertindak secara etis, walaupun kebebasan belum menjamin bahwa seseorang bertindak secara otonom dan etis. Unsur lainnya dari prinsip otonomi adalah tanggung jawab, karena selain sadar akan kewajibannya dan bebas dalam mengambil keputusan dan tindakan berdasarkan apa yang dianggap baik, otonom juga harus bisa mempertanggung jawabkan keputusan dan tindakannya (disinilah dimungkinkan adanya pertimbangan moral).
2.1.2    Prinsip Kejujuran
            Bisnis tidak akan bertahan lama jika tidak da kejujuran, karena kejujuran merupakan modal utama untuk memperoleh kepercayaan dari mitra bisnisnya, baik berupa kepercayaan komersial, material, maupun moril. Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Terdapat tinga lingkup kegiatan bisnis yang berkaitan dengan kejujuran:
1)      Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Pelaku bisnis disini secara a priori saling percaya satu sama lain, bahwa masing-masing pihak jujur melaksanakan janjinya. Karena jika salah satu pihak melanggar, maka tidak mungkin lagi pihak yang dicuranginya mau bekerjasama lagi, dan pihak pengusaha lainnya akan tahu dan tentunya malas berbisnis dengan pihak yang bertindak curang tersebut,
2)      Kejujuran relevan dengan penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga yang baik. Kepercayaan konsumen adalah prinsip pokok dalam berbisnis. Karena jika ada konsumen yang merasa tertipu, tentunya hal tersebut akan menyebar yang menyebabkan konsumen tersebut beralih ke produk lain.
3)      Kejujuran relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan yaitu antara pemberi kerja dan pekerja, dan berkait dengan kepercayaan. Perusahaan akan hancur jika kejujuran karyawan ataupun atasannya tidak terjaga.


2.1.3    Prinsip Keadilan
            Prinsip ini menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sma sesuai dengan aturan yang adil dan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggung jawabkan. Keadilan berarti tidak ad apihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. Salah satu teori mengenai keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles adalah:
1)      Keadilan legal. Ini menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan negara. Semua pihak dijamin untuk mendapat perlakuan yang sama sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara khusus dalam bidang bisnis, keadilan legal menuntut agar negara bersikap netral dalam memperlakukan semua pelaku ekonomi, negara menjamin kegiatan bisnis yang sehat dan baik dengan mengeluarkan aturan dan hukum bisnis yang berlaku secara sama bagi semua pelaku bisnis.
2)      Keadilan komunitatif. Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dan yang lain. Keadilan ini menyangkut hubungan vertikal antara megara dan warna negara, dan hubungan horizontal antara warga negara. Dalam bisnis keadilan ini berlaku sebagai kejadian tukar, yaitu menyangkut pertukaran yang fair antara pihak-pihak yang terlibat.
3)      Keadilan distributif. Atau disebut juga keadilan ekonomi, yaitu distribusi ekonomi yang merata atau dianggap adil bagi semua warga negara. Dalam dunia bisnis keadilan ini berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan dan ketentuan dalam perusahaan yang juga adil dan baik.
2.1.4    Hormat Pada Diri Sendiri
            Berdasarkan kamus besar bahasa indonesia, kata hormat sebagai kata sifat yang memiliki arti sebagai menghargai (takzim, khidmat, sopan). Jadi dapat kita tarik kesimpulan bahwa rasa hormat memiliki pengertian sebagai suatu sikap untuk menghargai atau sikap sopan. Secara umum rasa hormat mempunyai arti yaitu merupakan suatu sikap saling menghormati satu sama lain yang muda, hormat kepada yang tua, menyayangi yang muda. Rasa hormat tidak akan lepas dari rasa menyayangi satu sama lain karena tanpa adanya rasa hormat, takkan tumbuh rasa saling menyayangi yang ada hanyalah selalu menganggap kecil atau meremehkan orang lain.
2.1.5    Hak dan Kewajiban
            Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Kewajiban adalah sesuatu yang dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan.
2.1.6    Teori Etika Lingkungan
1)      Ekosentriseme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia.
2)      Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langsung.
3)      Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih menekankan kehidupan sebagai standar moral sehingga bukan hanya manusia dan binatang saja yang harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut Paul Taylor, karenanya tumbuhan dan binatang secara moral dapat dirugikan dan atau diuntungkan dalam proses perjuangan untuk hidup mereka sendiri, seperti bertumbub dan bereproduksi.
4)      Zoosentrisme adalah etika yang menekankan perjuangan hak-hak binatang, karenanya etika ini juga disebut etika pembebasan binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles Brich. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga bagi para penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah satu standar moral.
5)      Neo-Utilitarisme Lingkungan merupakan pengembangan etika utilitarisme Jeremy Bentham yang menekankan kebaikan untuk semua. Dalam konteks etika lingkungan maka kebaikan yang dimaksudkan, ditunjukkan untuk selurug makhluk. Tokoh yang melopori etika ini adalah Peter Singer. Dia beranggapan bahwa menyakiti binatang dapat dianggap sebagai perbuatan tidak bermoral.
6)      Anti-Spesiesme teori ini menuntut perlakuan yang sama bagi makhluk hidup, karena alasan semuanya mempunyai kehidupan. Keberlakuan prinsip moral perlakuan yang sama (equal treatment). Anti-spesisesme membela kepentingan dan kelangsungan hidup spesies yang ada di bumi. Dasar pertimbangan teori ini adalah aspek sentience, yaitu kemampuan untuk merasakan sakit, sedih, gembira dan seterusnya. Inti dari teori biosentris adalah dan seluruh kehidupannya di dalamnya, diberi bobot dan pertimbangan moral yang sama.
7)      Prudential and Instrumental Argument menekankan bahwa kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia tergantung dari kualitas dan kelestarian lingkungan. Argumen insutrumental adalah penggunaan nilai tertentu pada alam dan segala isinya, yakini sebatas nilai instrumental.
8)      Non-antroposentrisme, teori yang menyatakan manusia merupakan bagian dari alam, bukan di atas atau terpisah dari alam.
9)      The Free and Rational Being, manusia lebih tinggi dan terhormat dibandingan dengan makhluk ciptaan lain karena manusia adalah satu-satunya makhluk bebas dan rasional, oleh karena itu Tuhan menciptakan dan menyediakan segala sesuatu di bumi demu kepentingan manusia.
10)  Teori Lingkungan yang berpusat pada kehidupan (Life-Centered Theory of Environment) intinya adalah manusia mempunyai kewajiban moral terhadap alam yang bersumber dan berdasarkan pada pertimbangan bahwa, kehidupan adala sesuatu yang bernilai. Etika ini didasarkan pada hubungan yang khas antara alam dan manusia, dan nilai yang ada pada alam itu sendiri.
2.1.7    Prinsip Etika di Lingkungan Hidup
            Sebagai pegangan dan tuntutan bagi perilaku kita dalam berhadapan dengan alam, terdapat beberapa prinsip etika lingkungan yaitu:
1.      Sikap Hormat Terhadap Alam
Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya.
2.      Prinsip Tanggung Jawab
Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individu melainkan juga kolektif yang menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan isinya.
3.      Prinsip Solidaritas
Yaitu prinsip yang membangkitkan rasa solider, perasaan sepenaggungan makhluk hidup lainnya sehingga mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan.
4.      Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian
Prinsip satu arah, menuju yang lain tanpa mengharapkan balasan, tidak didasarkan kepada kepentingan pribadi tapi semata-mata untuk alam.
5.      Prinsip “No Harm”
Yaitu tidak merugikan atau merusak, karena manusia mempunyai kewajiban moral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak perlu.
6.      Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam
Pola asumsi dan produksi manusia modern harus dibatasi. Prinsip ini muncul didasari karena selama ini alam hanya sebagai obyek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia.
7.      Prinsip Keadilan
Prinsip ini berbicara terhadap akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam, dan alam ikut menikmati manfaat sumber daya alam secara lestari.
8.      Prinsip Demokrasi
Prinsip ini didasari terhadap berbagai jenis perbedaan keanekaragaman sehingga prinsip ini terutama berkaitan dengan pengambilan kebijkan didalam menentukan baik buruknya, rusak tidaknya, suatu sumber daya alam.
9.      Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan perilaku moral yang terhormat serta memegang teguh untuk mengamankan kepentingan publik yang terkait dengan sumber daya alam.

`

BAB III
Model Etika Dalam Bisnis Sumber Nilai Etika Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Etika Manajerial
3.1 Imoral manajemen
Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankanbisnisnya.
3.2  Amoral manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas. Kedua, tipe manajer yang sengaja berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
Widyahartono (1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis dan etika adalah etika, keduanya jangan dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya sebagai berikut :
§ Bisnis adalah suatu bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan ego-pribadi. Bisnis diperlakukan seperti permainan (game) yang aturannya sangat berbeda dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya.
§ Orang yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (sosial responsiveness) akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang tak mengenal “values” yang menghasilkan segala cara.
§ Kalau suatu praktek bisnis dibenarkan secara legal (karena sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan karena law enforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis amoral itu justru menyatakan bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka” (kriteria atau ukuran mereka) dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu yang ”wajar’ menurut mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun ditutup-tutupi tidak mau menjadi “agen moral” karena mereka menganggap hal ini membuang-buang waktu, dan mematikan usaha mencapai laba.


3.3  Moral manajemen
Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.
3.4 Agama, filosofi, budaya dan hukum
1. Agama
Agama adalah sumber dari segala moral dalam etika apapun dengan kebenarannya yang absolut. Tiada keraguan dan tidak boleh di ragukan nilai-nilai etika yang bersumber dari agama. Agama berkorelasi kuat dengan moral. Setiap agama mengandung ajaran moral atau etika yang dijadikan pegangan bagi para penganutnya. Pada umumnya, kehidupan beragama yang baik dan menghasilkan kehidupan moral yang baik pula. Orang-orang dalam organisasi bisnis secara luas harus menganut nilai shiddiq, tabligh, amanah dan fathanah.


1.      Shiddiq dapat dimaknai jujur, benar atau sungguh
2.      Tabligh berarti menyampaikan, kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan, menjalin kerjasama, membentuk reputasi diri dan seterusnya
3.      Amanah berarti dapat dipercaya, punya kelayakan untuk dipercaya atau credible baik secara moral maupun secara profesional dan fathanah bermakna kecerdasan atau kecerdikan
Sebagai ajaran yang menetapkan baik-buruk, benar dan salah suatu tindakan atau perilaku manusia termasuk penyelenggaraan ekonomi dan bisnis, maka etika sering mengandalkan sumber ajaran agama. Umat kristiani dalam beretika bisnis merujuk kepada kitab suci agama kristen yaitu injil, kaum yahudi kepada kitab taurat, dan umat islam kepada etika al-qur’an. Penganut-penganut agama tertentu dengan keyakinannya menggunakan kitab suci yang berasal dari tuhan sebagai referensi dalam beretika bisnis, Agama-agama langit (Kristen, Yahudi, dan Islam) dalam pandangan Hans Kung (2005) memiliki prinsip-prinsip dasar yang sama dalam etika yakni keadilan, saling menghormati, dan kejujuran. Referensi agama sebagai metode dan nilai etika biasanya memberikan keberuntungan kepada segenap partisipan bisnis bik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang di dunia dan di akhirat kelak.
Menurut pandangan islam etika manajemen bisnis berdiri atas empat pilar, yakni: Pertama “Tauhid” yang berarti bahwa segala asset dari transaksi bisnis yang terjadi di dunia milik allah, manusia hanya mendapatkan amanah untuk mengelolanya, kedua “Adil”, artinya segala keputusan menyangkut transaksi dengan lawan bisnis ataukesepakatan kerja harus dilandasi dengan “akad saling setuju” dengan sistem “profit and loss sharing”. Ketiga “kehendak bebas” dalam hal ini manjemen islam mempersilahkan umatnya untuk menumpahkan kreativitas dalam melakukan transaksi bisnisnya sepanjang memenuhi asas hukum ekonomi islam, yaitu halal dan Keempat adalah “pertanggungjawaban” semua keputusan seorang pemimpin harus dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan.
Dalam ajaran islam, etika bisnis ditekankan pada empat hal, yaitu kesatuan, keseimbangan, kebebasan, dan tanggung jawab. Etika bisnis islam sesungguhnya menjunjung tinggi semangat saling percaya, kejujuran dan keadilan, moto seperti jujur untuk modal, akal untuk laba adalah ajaran-ajaran etika yang bersumber dari agama dan moral. Selain sumber rujukan tersebut dapat pula digunakan nilai yang positif yang berkembang di lingkungan umum, lingkungan pekerjaan, dan hati nurani kita.          
2.      Filosofi
Sumber utama nilai-nilai etika yang dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi dalam pengeJolaan dan pengendalian perilaku pebisnis dengan aktifitas usaha bisnisnya adalah filsafat. Ajaran-ajaran filsafat tersebut mengandung nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari pemikiran-pemikiran filsuf dan ahli filsafat yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
3.      Budaya
Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok atau suatu komunitas yang lebih besar.
4.      Hukum
Untuk menjamin kelanggengan hidup berbangsa dan bernegara pemerintah menyusun dan memberlakukan hukum, hukum merupakan aturan hidup yang bersifat memaksa dan si pelanggar dapat diberi tindakan hukum yang tegas dan nyata. Hukum moral dalam banyak hal lebih banyak mewarnai nilai-nilai etika. Hukum moral adalah tuntunan perilaku manusia yang ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati nurani dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan.
Selain hukum moral yang biasanya tidak tertulis dan hanya ditulis untuk penjelasan informasi semata, etika bisnis juga mengadopsi aturan-aturan yang beraku pada suatu daerah, negara atau kesepakatan-kesepakatan hukum internasional. Harapan-harapan etika ditentukan oleh hukum yang berlaku itu. Hukum mengatur serta mendorong perbaikan masalah yaitu dipandang buruk atau baik dalam suatu komunitas. Sayangnya hingga saat ini kita masih menemukan kendala-kendala penyelenggaraan hukum etika di indonesia.
Hukum etika dalam masyarakat kita terutama dalam etika bisnis belum mampu mengantisipasi perkembangan bisnis. Kita memakluminya, karena hukum dibuat setelah pelanggarang-pelanggaran itu terjadi dalam suatu komunitas. Dengan sistem hukum yang ada ditambah dengan hukum agama dan adat sebenarnya indonesia tidak kekurangan referensi etika yang berasal dari hukum.dalam banyak hal dan kesempatan pelaku usaha kita lebih banyak menggunakan perangkat hukum sebagai cermin etika dalam penyelenggaraan fungsi dan kegiatan bisnisnya. Hal ini didasarkan pada pemikiran, bahwa hukum memiliki bentuk hukuman yang paling tegas dan jelas dibandingkan dengan sumber-sumber etika lainnya filsafat, budaya dan agama cenderung pada hukuman yang abstrak seperti dosa, malu, tidak berbudaya dan sebagainya.
3.5  Leadership
Satu hal penting dalam penerapan etika bisnis di perusahaan adalah peran seorang pemimpin/leadership. Pemimpin menjadi pemegang kunci pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh seluruh karyawan. Di berbagai kondisi, saat krisis sekalipun, seorang pemimpin haruslah memiliki kinerja emosional & etika yang tinggi. Pada prakteknya, dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual dari seorang pemimpin dalam penerapan etika bisnis ini.
Kepemimpinan yang baik dalam bisnis adalah kepemimpinan yang beretika. Etika dalam berbisnis memberikan batasan akan apa yang yang sebaiknya dilakukan dan tidak. Pemimpin sebagai role model dalam penerapan etika bisnis, akan mampu mendorong karyawannya untuk terus berkembang sekaligus memotivasi agar kapabilitas karyawan teraktualisasi.
3.6  Strategi dan perfomance
Fungsi yang penting dari sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi tingginya tingkat persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan perusahaan terutama dari sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya berbagai kompromi etika. Sebuah perusahaan yang jelek akan memiliki kesulitan besar untuk menyelaraskan target yang ingin dicapai perusahaannya dengan standar-standar etika. Karena keseluruhan strategi perusahaan yang disebut excellence harus bisa melaksanakan seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan dengan cara yang jujur.
3.7  Karakter individu
Perjalanan hidup suatu perusahaan tidak lain adalah karena peran banyak individu dalam menjalankan fungsi-fungsinya dalam perusahaan tersebut. Perilaku para individu ini tentu akan sangat mempengaruhi pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.
Semua kualitas individu nantinya akan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang diperoleh dari luar dan kemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam kehidupannya dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor tersebut yang pertama adalah pengaruh budaya, pengaruh budaya ini adalah pengaruh nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya. Seorang berasal dari keluarga tentara, mungkin saja dalam keluarganya di didik dengan disiplin yang kuat, anak anaknya harus beraktivitas sesuai dengan aturan yang diterapkan orang tuanya yang kedua, perilaku ini akan dipengaruhi oleh lingkunganya yang diciptakan di tempat kerjanya. Aturan ditempat kerja akan membimbing individu untuk menjalankan peranannya ditempat kerja. Peran seseorang dalam oerganisasi juga akan menentukan perilaku dalam organisasi,seseorang yang berperangsebagai direktur perusahaan, akan merasa bahwa dia adalah pemimpin dan akan menjadi panutan bagi para karyawannya,sehingga dalam bersikap dia pun akan mencoba menjadi orang yang dapat dicontoh oleh karyawannya, misalnya dia akan selalu datang dan pulang sesuai jam kerja yang ditentukan oleh perusahaan. Faktor yang ketiga adalah berhubungan dengan lingkungan luar tempat dia hidup berupa kondisi politik dan hukum, serta pengaruh–pengaruh perubahan ekonomi. Moralitas seseorang juga ditentukan dengan aturan-aturan yang berlaku dan kondisi negara atau wilayah tempat tinggalnya saat ini. Kesemua faktor ini juga akan terkait dengan status individu tersebut yang akan melekat pada diri individu tersebut yang terwuju dari tingkah lakunya.
3.8  Budaya oraganisasi
Budaya organisasi adalah suatu kumpulan nilai-nilai, norma-norma, ritual dan pola tingkah laku yang menjadi karakteristik suatu organisasi. Setiap budaya perusahaan akan memiliki dimensi etika yang didorong tidak hanya oleh kebijakan-kebijakan formal perusahaan, tapi juga karena kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang berkembang dalam organisasi perusahaan tersebut, sehingga kemudian dipercayai sebagai suatu perilaku, yang bisa ditandai mana perilaku yang pantas dan mana yang tidak pantas.
Budaya-budaya perusahaan inilah yang membantu terbentuknya nilai dan moral ditempat kerja, juga moral yang dipakai untuk melayani para stakeholdernya. Aturan-aturan dalam perusahaan dapat dijadikan yang baik. Hal ini juga sangat terkait dengan visi dan misi perusahaan.
Banyak hal-hal lain yang bisa kita jadikan contoh bentuk budaya dalam perusahaan. Ketika masuk dalam sebuah bank, misalnya, satpam bank selalu membukakan pintu untuk pengunjung dan selalu mengucapkan salam, seperti selamat pagi ibu…selamat sore pak…sambil menundukkan badannya, dan nilai-nilai sebagiannya. Ini juga budaya perusahaan, yang dijadikan kebiasaan sehari-hari perusahaan.



BAB IV
Norma Dan Etika Dalam Pemasaran Produksi Manajemen Sumber Daya Manusia Dan Financial
4.1  Pasar dan Perlindungan Konsumen
Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual beli barang atau jasa. Menurut ilmu ekonomi, pasar berkaitan dengan kegiatannya bukan tempatnya. Ciri khas sebuah pasar adalah adanya kegiatan transaksi atau jual beli. Para konsumen datang ke pasar untuk berbelanja dengan membawa uang untuk membayar harganya. Stanton, mengemukakan pengertian pasar yang lebih luas.
Pasar memiliki sekurang-kurangnya tiga fungsi utama, yaitu fungsi distribusi, fungsi pembentukan harga, dan fungsi promosi. Sebagai fungsi distribusi, pasar berperan sebagai penyalur barang dan jasa dari produsen ke konsumen melalui transaksi jual beli. Sebagai fungsi pembentukan harga, di pasar penjual yang melakukan permintaan atas barang yang dibutuhkan. Sebagai fungsi promosi, pasar juga dapat digunakan untuk memperkenalkan produk baru dari produsen kepada calon konsumennya.

4.2  Etika Iklan
Periklanan atau reklame adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modern. Kenyataan ini berkaitan erat dengan cara berproduksi industri modernyang menghasilkan produk-produk dalam kuantitas besar, sehingga harus mencari pembeli. Dan pasti ada kaitannya juga dengan sistem ekonomi pasar, dimana kompetisi dan pesaing merupakan unsur hakiki. Iklan justru dianggap cara ampuh untuk menonjol dalam persaingan. Dalam ekonomi subsistensi agraris dulu dan juga dalam ekonomi berencana komunistis dari abad ke-20 tidak didasarkan kebutuhan akan periklanan besar-besaran, walaupun dalam sistem ekonomi apapun dipeerlukan metode untuk memperkenalkan produknya, sekurang-kurangnya memberi tahukan tersedia tidaknya produk-produk. Dengan meningkatnya keramaian ekonomis, cakupan intensitas periklanan akan bertambah pula dan sebaliknya dalam keadaan resesi ekonomi kegiatan reklame akan berkurang. Dalam perkembangan periklanan, media komunikasi modern – media cetak maupun elektronis, tapi khususnya televisi – memegang peran jaminan. Fenomenal periklanan ini menimbulkan sebagai masalah yang berdeda. Mungkin tidak ada kegiatan bisnis lain yang berhadapan dengan begitu banyak kritik dan tanda tanya seperi periklanan. Dari segi ekonomi dipertanyakan apakah periklanan – sebagaimana di praktikkan sekarang ini yang menghabiskan biaya besar sekali – pada dasarnya tidak merupakan pemborosan saja, karena tidak menambah sesuatu pada produk dan meningkatkan kegunaan bagi konsumen. Bahkan harus dikatakan, biaya luar biasa besar itu pada akhirnya dibebankan pada konsumen. Masalah-masalah lain berasal dari konteks sosio – kultural. Dikemukakan beberapa bahwa iklan-iklan yang setiap hari secara masal dan intensif dicurahkan diatas masyarakat melalui berbagai media komunikasi, pada umumnya tidak mendidik, tetapi sebaliknya justru menyebar luaskan selera yang rendah. Ditegaskan pula bahwa bisnis periklanan memamerkan suatu suasana hedonistis dan materialistis. Dengan kata lain, periklanan dilatar belakangi suatu ideologi tersembunyi yang tidak sehat, yaitu ideologi konsumenrisme atau apapun nama yang ingin kita pilih untuk itu.

4.3  Privasi Konsumen
Adapun definisi lain dari privasi yaitu sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan pilihan atau kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. privasi jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak pihak lain dalam rangka menyepi saja.

4.4  Multimedia Etika Bisnis
Pada awalnya multimedia hanya mencakup media yang menjadi konsumsi indra penglihatan (gambar diam, teks, gambar gerak video, dan gambar gerak rekaan/animasi), dan konsumsi indra pendengaran (suara). Dalam perkembangannya multimedia mencakup juga kinetik (gerak) dan bau yang merupakan konsupsi indra penciuman. Multimedia mulai memasukkan unsur kinetik sejak diaplikasikan pada pertunjukan film 3 dimensi yang digabungkan dengan gerakan pada kursi tempat duduk penonton. Kinetik dan film 3 dimensi membangkitkan sense realistis.
Pengertia multimedia  ialah penyampaian suatu berita yang meyajikan dan menggabungkan teks, suara, gambar, animasi, dan video sama dengan apa yang biasa kita sebut dengan media cetak, media elektronik, dan media online.yang menggunakan alat bantu (tool) dan koneksi (link) sehingga pengguna bisa mengetahui  apa yang ditampilkan dalam multimedia tersebut ( biasanya multimedia sering digunakan dalam dunia hiburan ).Multimedia dimanfaatkan juga dalam dunia pendidikan dan bisnis. Di dunia pendidikan, multimedia digunakan sebagai media pengajaran, baik dalam kelas maupun secara sendiri-sendiri. Di dunia bisnis, multimedia digunakan sebagai media profil perusahaan, profil produk, bahkan sebagai media kios informasi dan pelatihan dalam sistem e-learning.
Elemen-elemen dari multimedia biasanya digabung menjadi satu menggunakan Authoring Tools. Perangkat ini memiliki kemampuan untuk mengedit teks dan gambar, juga dilengkapi dengan kemampuan berinteraksi dengan Video Disc Player (VCD), Video Tape Player dan alat-alat lain yang berhubungan dengan project. Suara atau video yang telah diedit akan dimasukkan ke dalam Authoring System untuk dimainkan kembali. Jumlah bagian yang dimainkan ulang dan dipresentasikan disebut Human Interface. Sedangkan perangkat keras dan perangkat lunak yang menentukan apa yang akan terjadi dalam suatu project disebut Multimedia Platform atau Environment.
Salah satu cara pemasaran yang efektif adalah melalui multimedia. Bisnis multimedia berperan penting dalam menyebarkan informasi, karena multimedia is the using of media variety to fulfill commu­nications goals. Elemen dari multimedia terdiri dari teks, graph, audio, video, and animation. Bicara mengenai bisnis multimedia, tidak bisa lepas dari stasiun TV, koran, majalah, buku, radio, internet provider, event organizer, advertising agency, dll. Multimedia memegang peranan penting dalam penyebaran informasi produk salah satunya dapat terlihat dari iklan-iklan yang menjual satu kebiasaan/produk yang nantinya akan menjadi satu kebiasaan populer. Sebagai  saluran komunikasi, media berperan efektif sebagai pembentuk sirat konsumerisme.

4.5  Etika Produksi
Etika adalah seperangkat prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menegaskan tentang benar dan salah. Sedangkan produksi adalah suatu kegiatan menambah nilai guna barang dengan menggunakan sumberdaya yang ada
            Jadi, Etika Produksi adalah seperangkat prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menegaskan tentang benar dan salahnya hal hal yang dikukan dalam proses produksi atau dalam proses penambahan nilai guna barang.
 Tujuan Produksi antara lain :
1.      Memperbanyak jumlah barang dan jasa
2.      Menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas tinggi.
3.      Memenuhi kebutuhan sesuai dengan peradaban.
4.      Mengganti barang-barang yang rusak atau habis.
5.      Memenuhi pasar dalam negeri untuk perusahaan dan rumah tangga
6.      Memenuhi pasar internasional
7.      Meningkatkan kemakmuran
PENTINGNYA ETIKA PRODUKSI
Dalam proses produksi, subuah produsen pada hakikatnya tentu akan selalu berusaha untuk menekan biaya produksi dan berusaha untuk mendapatkan laba sebanyak banyaknya. Dalam upaya produsen untuk memperoleh keuntungan, pasti mereka akan melakukan banyak hal untuk memperolehnya. Termasuk mereka bisa melakukan hal hal yang mengancam keselamataan konsumen. Padahal konsumen dan produsen bekerjasama. Tanpa konsumen, produsen tidak akan berdaya. Seharunyalah produsen memeberi perhatian dan menjaga konsumen sebagai tanda terima kasih telah membeli barang atau menggunakan jasa yang mereka tawarkan. Namun banyak produsen yang tidak menjalankan hal ini. Produsen lebih mementingkan laba. Seperti banyaknya kasus kasus yang akhirnya mengancam keselamatan konsumen karena dalam memproduksi, produsen tidak memperhatikan hal hal buruk yang mungkin terjadi pada konsumen. Bahkan, konsumen ditipu, konsumen ditawarkan hal-hal yang mereka butuhkan, tapi pada kenyataannya, mereka tidak mendapat apa yang mereka butuhkan mereka tidak memperoleh sesuai dengan apa yang ditawarkan.
4.6  Pemanfaatan SDM
Berikut ini adalah beberapa manfaat dari perencanaan SDM yang baik bagi perusahaan:
Perencanaan SDM yang tepat sasaran akan membuat perusahaan lebih efektif dan efisien. Artinya, perusahaan berjalan baik dengan personel yang produktif dan jumlah karyawan yang sesuai dengan kebutuhan. Karyawan yang produktif adalah karyawan yang mampu bekerja sesuai dengan SOP dengan jam kerja yang sudah ditentukan. Mereka adalah orang-orang yang mengerjakan dan menghasilkan lebih banyak daripada karyawan rata-rata. Dengan produktivitas yang tinggi, tidak dibutuhkan jam kerja ekstra (lembur) ataupun karyawan yang banyak untuk mencapai tujuan perusahaan.
Perencanaan SDM yang baik akan menimbulkan sikap positif dalam diri karyawan. Jenjang karir yang jelas, pelatihan teknis dan soft skills yang rutin berkesinambungan, serta sistem kompensasi dan insentif yang menarik membuat karyawan nyaman dalam bekerja. Mereka merasa memiliki kemampuan dan mendapat ruang kesempatan yang cukup untuk terus maju bertumbuh di dalam dan bersama perusahaan. Karyawan tahu mereka diperhatikan dan dihargai dengan tulus, daripada hanya sekedar menjadi “sapi perah” perusahaan. Survei di beberapa negara menunjukkan bahwa gaji atau penghasilan bukanlah faktor utama seseorang bertahan dalam pekerjaannya.
SDM yang kompeten akan didapatkan dengan perencanaan yang terarah. Hanya karyawan dengan kinerja bagus yang akan terus mendorong kemajuan perusahaan. Karyawan yang tidak mau berkembang akan otomatis terdesak oleh sistem. Mereka tidak bisa lagi mengandalkan senioritas dalam lingkup pekerjaan.
Sistem SDM yang baik mampu meningkatkan koordinasi antar karyawan dan juga menciptakan atmosfir kerja yang nyaman dan kondusif. Rasa kekeluargaan bisa dipupuk dan bertumbuh baik, sehingga hanya ada sedikit perbedaan di pikiran karyawan antara rumah dan tempat bekerja.
4.7  Etika Kerja
 Etika kerja adalah aturan normatif yang mengandung sistem nilai dan prinsip moral yang merupakan pedoman bagi karyawan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya dalam perusahaan. Agregasi dari perilaku karyawan yang beretika kerja merupakan gambaran etika kerja karyawan dalam perusahaan. Karena itu etika kerja karyawan secara normatif diturunkan dari etika bisnis. Konsekuensinya etika tidak diterapkan atau ditujukan untuk para karyawan saja. Artinya kebijakan manajemen yang menyangkut karyawan seharusnya pula beretika, misalnya keadilan dan keterbukaan dalam hal kompensasi, karir, dan evaluasi kinerja karyawan. Jadi setiap keputusan etika dalam perusahaan tidak saja dikaitkan dengan kepentingan manajemen tetapi juga karyawan.
         Etika kerja terkait dengan apa yang seharusnya dilakukan karyawan atau manajer. Untuk itu etika kerja setiap karyawan didasari prinsip-prinsip:
· Melaksanakan tugas sesuai dengan visi, misi dan tujuan perusahaan,
· Selalu berorientasi pada budaya peningkatan mutu kinerja,
· Saling menghormati sesama karyawan,
· Membangun kerjasama dalam melaksanakan tugas-tugas perusahaan,
· Memegang amanah atau tanggung jawab, dan kejujuran,
· Mananamkan kedisiplinan bagi diri sendiri dan perusahaan.
         Menurut Mathis dan Jackson, etika memiliki dimensi-dimensi konsekuensi luas, alternatif ganda, akibat berbeda, konsekuensi tak pasti, dan efek personal.
4.8  Hak-hak Pekerja
Macam-macam hak pekerja :
1.      Hak atas pekerjaan dan upah yang adil
Hak atas pekerjaan merupakan hak azasi manusia, karena.
a. Kerja melekat pada tubuh manusia. Kerja adalah aktifitas tubuh dan karena itu tidak bisa dilepaskan atau difikirkan lepas dari tubuh manusia.
b.  Kerja merupakan perwujudan diri manusia, melalui kerja, manusiamerealisasikan dirinya sebagai manusia dan sekaligus membangun hidup danlingkungannya yang lebih manusiawi. Maka melalui kerja manusia menjadi manusia,melalui kerja manusia menentukan hidupnya sendiri sebagai manusia yang mandiri.
c.       Hak atas kerja juga merupakan salah satu hak asasi manusia, karena kerja berkaitan dengan hak atas hidup layak.
Hak atas pekerjaan ini tercantum dalam undang-undang dasar 1945 pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa ᾿Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

2.      Hak untuk berserikat dan berkumpul
Dalam memperjuangkan kepentingannya, khususnya hak atas upah yang adil, pekerja harus diakui dan dijamin haknya untuk berserikat dan berkumpul. Yang bertujuan untuk bersatu memperjuangkan hak dan kepentingan semua anggota mereka. Menurut De Geroge, ada dua dasar moral yang penting dari hak untuk berserikat dan berkumpul :
a.       Ini merupakan salah satu wujud utama dari hak atas kebebasan yang merupakan salah satu hak asasi manusia.
b.       Dengan hak untuk berserikat dan berkumpul, pekerja dapat bersama-sama secara kompakmemperjuangkan hak mereka yang lain, khususnya atas upah yang adil.

3.  Hak atas perlindungan keamanan dan kesehatan
Dewasa ini dalam bisnis modern berkembang paham bahwa para pekerja dijamin keamanan, keselamatan dan kesehatannya. Khususnya dengan berbagai resiko mengharuskan adanya jaminan perlindungan atas keamanan, keselamatan dan kesehatan bagi para pekerja. Karena itulah timbul pekerja yang diasuransikan melalui wahana asuransi kesehatan atau kecelakaan.

4.   Hak perlakuan keadilan dan hukum
Menegaskan bahwa pada prinsipnya semua pekerja harus diperlakukan sama, secara fair. Artinya tidak boleh ada deskriminasi dalam perusahaan, seperti perbedaan warna kulit, asal daerah, agama dan lain-lain. Disamping itu juga dalam perlakuan peluang jabatan, pelatihan atau pendidikan lebih lanjut.

5. Hak Atas Rahasia Pribadi
            Karyawan punya hak untuk dirahasiakan data pribadinya, bahkan perusahan harus menerima bahwa ada hal-hal tertentu yang tidak boleh diketahui oleh perusahaan daningin tetap dirahasiakan oleh karyawan. Hak atas rahasia pribadi tidak mutlak, dalam kasus tertentu data yang dianggap paling rahasia harus diketahui oleh perusahaan atau karyawan lainnya, misalnya orang yang menderita penyakit tertentu. Ditakutkan apabila sewaktu-waktu penyakit tersebutkambuh akan merugikan banyak orang atau mungkin mencelakakan orang lain.

6.  Hak Atas Kebebasan Suara Hati
            Pekerja tidak boleh dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu yang dianggapnya tidak baik, atau mungkin baik menurut perusahaan. Jadi, pekerja harus dibiarkan bebas mengikuti apa yang menurut suara hatinya adalah hal yang baik.

7.Wistle Blowing
            Whistle blowing adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kecurangan entah yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya kepada pihak lain. Pihak yang dilapori itu bisa saja atasan yang lebih tinggi atau masyarakat luas. Rahasia perusahaan adalah sesuatu yang confidential dan memang harus dirahasiakan, dan pada umumnya tidak menyangkut efek yang merugikan apapun bagi pihak lain, entah itu masyarakat atau perusahaan lain. Ada dua macam whistle blowing :
a.       Whistle blowing internal
Hal ini terjadi ketika seorang atau beberapa orang karyawan tahu mengenai kecurangan yang dilakukan oleh karyawan lain atau kepala bagiannya.
b.       Whistle blowing eksternal
Menyangkut kasus dimana seorang pekerja mengetahui kecurangan yang dilakukan perusahaannnya lalu membocorkannya kepada masyarakat karena dia tahu bahwa kecurangan itu akan merugikan masyarakat. Motivasi utamanya adalah mencegah kerugian bagi masyarakat atau konsumen. Pekerja ini punya motivasi moral untuk membela kepentingan konsumen karena dia sadar semua konsumen adalah manusia yang sama.

4.9  Hubungan Saling Menguntungkan
Dalam prinsip etika bisnis atau dengan kata lain (Mutual Benefit Principle) hal ini menuntut agar semua pihak berusaha untuk saling mengun­tungkan satu sama lain. Dalam dunia bisnis, prinsip ini menuntut persaingan bisnis haruslah bisa melahirkan suatu win-win situation. Ataumenuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
4.10                      Persepakatan Penggunaan Dana
            Pengelola perusahaan mau memberikan informasi tentang rencana penggunaan dana sehingga penyandang dana dapat mempertimbangkan peluang return dan resiko. Rencana penggunaan dana harus benar-benar transparan, komunikatif dan mudah dipahami. Semua harus diatur atau ditentukan dalam perjanjian kerja sama penyandang dana dengan alokator dana.



DAFTAR PUSTAKA
1. Sonny Keraf. 1998. Etika Bisnis dan Relevansinya. Yogyakarta. Kanisius
2. K. Bartens. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta. Kanisius
3. Ketut Rinjin. 2004. Etika Bisnis dan Implementasinya. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama
4. Erni R. Emawan. 2007. Bussiness Ethics. Alfabeta. Bandung
5. Agus Arijanto. 2011. Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis. Jakarta. Raja Gravindo Persada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tugas Manajemen Pemasaran Era Revolusi Industri 4 Sistem Informasi Global Sistem informasi global adalah sistem informasi yang berb...