BAB I
DEFINISI ETIKA
DAN BISNIS SEBAGAI SEBUAH PROFESI
1.1 Hakikat
Mata Kuliah Etika Bisnis
Menurut
Drs. O.P. Simorangkir bahwa hakikat etika bisnis adalah menganalisis atas
asumsi-asumsi bisnis, baik asumsi moral maupun pandangan dari sudut moral. Karena
bisnis beroperasi dalam rangka suatu sistem ekonomi, maka sebagian dari tugas
etika bisnis hakikatnya mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang sistem
ekonomi yang umum dan khusus, dan pada gilirannya menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan tentang tepat atau tidaknya pemakaian bahasa moral untuk
menilai sistem-sistem ekonomi, struktur bisnis.
Contoh
praktek etika bisnis yang dihubungkan dengan moral :
Uang
milik perusahaan tidak boleh diambil atau ditarik oleh setiap pejabat
perusahaan untuk dimiliki secara pribadi. Hal ini bertentangan dengan etika
bisnis. Memiliki uang dengan cara merampas atau menipu adalah bertentangan
dengan moral. Pejabat perusahaan yang sadar etika bisnis, akan melarang
pengambilan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi, Pengambilan yang
terlanjur wajib dikembalikan.
Pejabat
yang sadar, disebut memiliki kesadaran moral, yakni keputusan secara sadar
diambil oleh pejabat, karena ia merasa bahwa itu adalah tanggungjawabnya, bukan
saja selaku karyawan melainkan juga sebagai manusia yang bermoral.
Contoh
tidak memiliki kesadaran moral :
Seorang
berdarah dingin di jalan juanda, Jakarta yang sangat ramai itu menodong dengan
clurit dan merampas harta milik seseorang. Baginya menodong itu merupakan
kebiasaan dan menjadi profesinya. Apakah ada kesadaran moral bahwa perbuatan
itu bertentangan dan dilarang oleh ajaran agama, hukum dan adat? Sejak
kecil ia ditinggalkan oleh ibu bapaknya akibat perceraian, ia bergaul dengan
anak gelandangan, pencuri. Sesudah dewasa menjadi penodong ulung. Ia menodong
atau membunuh tanpa mengenal rasa takut atau berdosa, bahkan sudah merupakan
suatu profesi.
Setelah mempelajari ini, mahasiswa
diharapkan dapat :
1. Menjelaskan tiga makna etika dan perbedaannya dengan
moral
2. Menggambarkan jaringan norma dalam kehidupan
masyarakat
3. Menjelaskan peranan dan manfaat etika
4. Membedakan deontology aturan dengan deontology
situasi
5. Membedakan hedonisme dengan eudaimonisme
6. Membedakan egoisme etis dengan utilitarianisme
1.2 Definisi
Etika dan Bisnis
- Pengertian
Etika
Secara
etimologi kata etika berasal dari bahasa Yunani yang dalam bentuk tunggal yaitu
ethos dan dalam bentuk jamaknya yaitu
ta etha. “ethos” yang berarti sikap,
cara, berpikir, watak kesusilaan atau adat. Kata ini identik dengan perkataan
moral yang berasal dari kata latin “mos” yang dalam bentuk jamaknya Mores yang berarti juga adat atau cara
hidup. Kata Mores ini mempunyai
sinonim; mos, moris, manner mores atau
manner, morals. Dalam bahasa indonesia kata moral berarti akhlak atau
kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani
yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah etika diartikan sebagai:
1.
Ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
2.
Kumpulan asas
atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
3.
Nilai mengenai
benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat
- Pengertian
Bisnis
Bisnis mempunyai prinsip normatif
tersendiri, yaitu memaksimalkan
keuntungan pribadi dan menekan biaya. Bisnis adalah kegiatan yang
menyangkut produksi, penjualan, dan pembelian barang serta jasa untuk memperoleh keuntungan.
Bisnis adalah kegiatan manusia dalam
mengorganisasikan sumber daya untuk menghasilkan dan mendistribusikan barang
dan jasa guna memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat. Bisnis adalah
membuktikan apa yang dijanjikan (promise) dengan yang diberikan (deliver).
Bisnis adalah kegitan diantara manusia untuk mendatangkan keuntungan.
·
Pengertian Etika dan Bisnis
Etika bisnis merupakan salah satu
bagian dari prinsip etika yang diterapkan dalam dunia bsinis (Lozano, 1996).
Istilah etika bisnis mengandung pengertian bahwa etika bisnis merupakan sebuah
rentang aplikasi etika khusus mempelajari tindakan yang diambil oleh bisnis dan
pelaku bisnis.
Epstein (1989) menyatakan etika
bisnis sebagai sebuah persfektif analisis etika didalam bisnis yang
menghasilkan sebuah proses dan sebuah kerangka kerja untuk membatasi dan
mengevaluasi tindakan-tindakanindividu, organisasi, dan terkadang seluruh
masyarakat sosial. Menurut David
(1998), etika bisnis adalah aturan main prinsip dalam organisasi yang menjadi
pedoman membuat keputusan dan tingkah laku. Etika bisnis adalah etika pelaku
bisnis. Pelaku bisnis tersebut bisa saja, manajer, karyawan, konsumen,
masyarakat.
1.3 Itikad Moral, Hukum, dan Agama
Dalam
bahasa indonesia kita moral berarti ahlak atau kesusilaan yang mengandung
makna tata tertib atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembingbing tingkah
laku batin dalam hidup. Moralitas adalah sifat moral keselurahan asas dan atau
nilai yang berkenan dengan baik, buruk atau dengan kata lain moralitas
merupakan pendoman/standar yang dimiliki oleh individu atau kelompok mengenai
benar atau salah dan baik atau buruk.
Hukum adalah refleksi minimum norma
sosial dan standar dari sifat bisnis. Secara umum, kebanyakan orang percaya
bahwa sifat di dalam sosial yang tidak tertuliskan dalam hukum. Contohnya saja
dalam konflik kepetingan mungkin tidak ilegal, tapi secara umum dapat menjadi
tidak beretika dalam kehidupan sosial.
Etika mendukung keberadaan agama,
dimana etika sanggup membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk
memecahkan masalah. Pada dasarnya agama memberikan ajaran moral untuk menjadi
pegangan bagi perilaku para penganutnya.
Menurut Kanter (2001) tidak mungkin
orang dapat sungguh-sungguh hidup bermoral tanpa agama, karena (1) moralitas
pada hakikatnya bersangkutan paut dengan bagaimana manusia menjadi baik, jalan
terbaiknya adalah kita mengikuti perintah dan kehendak Tuhan yang Maha Esa,
sesuai dengan keyakinan kita (2) agama merupakan salah satu pranata kehidupan
manusia yang paling lama bertahan sejak dulu kala, sehingga moralitas dalam
masyarakat erat terjalin dengan kehidupan beragama (3) agama menjadi penjamin
yang kuat bagi hidup bermoral. Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama
yakni etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional. Sedangkan Agama
menuntut seseorang untuk mendasarkan diri pada Wahyu Tuhan ajaran agama.
1.4 Klasifikasi
Etika
1. Etika Normatif
Etika
normatif merupakan cabang etika yang penyelidikannya terkait dengan
pertimbangan-pertimbangan tentang bagaimana seharusnya seseorang bertindak
secara etis. Dengan kata lain, etika normatif adalah sebuah studi tindakan atau
keputusan etis. Di samping itu, etika normatif berhubungan dengan
pertimbangan-pertimbangan tentang apa saja kriteria-kriteria yang harus
dijalankan agar suatu tindakan atau kepusan itu menjadi baik (Kagan, 1997, 2). Dalam etika normatif ini muncul teori-teori etika, misalnya etika
utilitarianisme, etika deontologis, etika kebajikan dan lain-lain. Suatu teori
etika dipahami bahwa hal tersebut mengajukan suatu kriteria tertentu tentang
bagaimana sesorang harus bertindak dalam situasi-situasi etis (Williams, 2006,
72). Dalam pengajukan kriteria norma tersebut, teori etika akan memberikan
semacam pernyataan yang secara normatif mengandung makna seperti “Fulan
seharusnya melakukan X” atau “Fulan seharusnya tidak melakukan X”.
2. Etika Terapan
Etika
terapan merupakan sebuah penerapan teori-teori etika secara lebih spesifik
kepada topik-topik kontroversial baik pada domain privat atau publik seperti
perang, hak-hak binatang, hukuman mati dan lain-lain. Etika terapan ini bisa
dibagi menjadi etika profesi, etika bisnis dan etika lingkungan. Secara umum
ada dua fitur yang diperlukan supaya sebuah permasalahan dapat dianggap sebagai
masalah etika terapan.
Pertama,
permasalahan tersebut harus kontroversial dalam arti bahwa ada
kelompok-kelompok yang saling berhadapan terkait dengan permasalahan moral.
Masalah pembunuhan, misalnya tidak menjadi masalah etika terapan karena semua
orang setuju bahwa praktik tersebut memang dinilai tidak bermoral. Sebaliknya,
isu kontrol senjata akan menjadi masalah etika terapan karena ada kelompok yang
mendukung dan kelompok yang menolak terhadap isu kontrol senjata.
3. Etika Deskriptif
Etika
deskriptif merupakan sebuah studi tentang apa yang dianggap ‘etis’ oleh
individu atau masyarakat. Dengan begitu, etika deskriptif bukan sebuah etika
yang mempunyai hubungan langsung dengan filsafat tetapi merupakan sebuah bentuk
studi empiris terkait dengan perilaku-perilaku individual atau kelompok. Tidak
heran jika etika deskriptif juga dikenal sebagai sebuah etika komparatif yang
membandingkan antara apa yang dianggap etis oleh satu individu atau masyarakat
dengan individu atau masyarakat yang lain serta perbandingan antara etika di
masa lalu dengan masa sekarang. Tujuan dari etika deskriptif adalah untuk
menggambarkan tentang apa yang dianggap oleh seseorang atau masyarakat sebagai
bernilai etis serta apa kriteria etis yang digunakan untuk menyebut seseorang
itu etis atau tidak (Kitchener, 2000, 3).
4. Metaetika
Metaetika
berhubungan dengan sifat penilaian moral. Fokus dari metaetika adalah arti atau
makna dari pernyataan-pernyataan yang ada di dalam etika. Dengan kata lain,
metaetika merupakan kajian tingkat kedua dari etika. Artinya, pertanyaan yang
diajukan dalam metaetika adalah apa makna jika kita berkata bahwa sesuatu itu
baik?
Metaetika juga bisa dimengerti sebagai sebuah cara untuk melihat fungsi-fungsi pernyataan-pernyataan etika, dalam arti bagaimana kita mengerti apa yang dirujuk dari pernyataan-pernyataan tersebut dan bagaimana pernyataan itu didemonstrasikan sebagai sesuatu yang bermakna.
Metaetika juga bisa dimengerti sebagai sebuah cara untuk melihat fungsi-fungsi pernyataan-pernyataan etika, dalam arti bagaimana kita mengerti apa yang dirujuk dari pernyataan-pernyataan tersebut dan bagaimana pernyataan itu didemonstrasikan sebagai sesuatu yang bermakna.
Perkembangan
metaetika awalnya merupakan jawaban atas tantangan dari Positivisme Logis yang
berkembang pada abad 20-an (Lee, 1986, 8). Kalangan pendukung Positivisme Logis
berpendapat bahwa jika tidak bisa memberikan bukti yang menunjukkan sebuah pernyataan
itu benar, maka pernyataan itu tidak bermakna. Ketika prinsip dari Positivisme
Logis juga diujikan kepada pernyataan-pernyataan etis, maka
pernyataan-pernyataan itu harus berdasarkan bukti. Ringkasnya, jika tidak ada
bukti, maka tidak ada makna.
Disini
kata kuncinya adalah apa yang dikenal dengan “naturalistic fallacy“,
yaitu dianggap akan melakukan kesalahan jika kita menarik suatu pernyataan
tentang apa yang seharusnya dari pernyataan tentang apa yang ada. Kesulitan
dari bahasa etika adalah penyataan-pernyataannya tidak selalu berupa fakta.
Disinilah peran sentral dari metaetika yang mengembangkan berbagai cara untuk
menjelaskan apa yang dimaksud dengan bahasa etika dengan intensi bahwa
pernyataan-pernyataan etis punya makna. Dalam pembahasan ini metaetika biasanya
terbagi menjadi dua, yaitu realisme etis dan nonrealisme etis.
1.5 Konsepsi
Etika
Konsep etika
bisnis tercermin pada corporate culture (budaya perusahaan). Menurut Kotler
(1997) budaya perusahaan merupakan karakter suatu perusahaan yang mencakup
pengalaman, cerita, kepercayaan dan norma bersama yang dianut oleh jajaran
perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari cara karyawannya berpakaian,
berbicara, melayani tamu dan pengaturan kantor.
Dasar
pemikiran:
Suatu
perusahaan akan memiliki hak hidup apabila perusahaan tersebut memiliki pasar,
dan dikelola oleh orang-orang yang ahli dan menyenangi pekerjaannya. Agar
perusahaan tersebut mampu melangsungkan hidupnya, ia dihadapkan pada masalah:
- intern,misalnya masalah perburuhan
- Ekstern,misalnya konsumen dan persaingan
- Lingkungan, misalnya gangguan keamanan
Pada
dasarnya ada 3 hal yang dapat membantu perusahaan mengatasi masalah di atas
yaitu:
- Perusahaan tersebut harus dapat menemukan sesuatu
yang baru.
- Mampu menemukan yang terbaik dan berbeda
- Tidak lebih jelek dari yang lain
Untuk
mewujudkan hal tersebut perlu memiliki nilai-nilai yang tercermin pada:
- Visi
- Misi
- Tujuan
BAB II
Prinsip Etika Dalam Bisnis Serta
Etika dan Lingkungan
2.1 Prinsip
dalam Bisnis
Secara
umum, prinsip-prinsip yang dipakai dalam bisnis tidak akan pernah lepas dari
kehidupan keseharian kita. Namun prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis
sesungguhnya adalah implementasi dari prinsip etika pada umumnya.
2.1.1 Prinsip Otonomi
Orang bisnis yang otonom sadar
sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam dunia bisnis. Ia akan sadar
dengan tidak begitu saja mengikuti saja norma dan nilai moral yang ada, namun
juga melakukan sesuatu karena tahu dan sadar bahwa hal itu baik, karena
semuanya sudah dipikirkan dan dipertimbangkan secara masak-masak. Dalam kaitan
ini salah satu contohnya perusahaan memiliki kewajiban terhdap para pelanggan,
diantaranya adalah:
1) Memberikan
produk dan jasa dengan kualitas yang terbaik dan sesuai dengan tuntutan mereka;
2) Memperlakukan
pelanggan secara adil dalam semua transaksi, termasuk pelayanan yang tinggi dan
memperbaiki ketidakpuasan mereka;
3) Membuat
setiap usaha menjamin mengenai kesehatan dan keselamatan pelanggan, demikian
juga kualitas lingkungan mereka, akan dijaga kelangsungannya dan ditingkatkan
terhadap produk dan jasa perusahaan;
4) Perusahaan
harus menghormati martabat manusia dalam menawarkan, memasarkan dan
mengiklankan produk.
Untuk bertindak otonom, diandaikan ada
kebebasan untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan yang menurutnya
terbaik, karena kebebasan adalah unsur hakiki dari prinsip ekonomi ini. Dalam
etika kebebasan adalah prasayarat utama untuk bertindak secara etis, walaupun
kebebasan belum menjamin bahwa seseorang bertindak secara otonom dan etis.
Unsur lainnya dari prinsip otonomi adalah tanggung jawab, karena selain sadar
akan kewajibannya dan bebas dalam mengambil keputusan dan tindakan berdasarkan
apa yang dianggap baik, otonom juga harus bisa mempertanggung jawabkan
keputusan dan tindakannya (disinilah dimungkinkan adanya pertimbangan moral).
2.1.2 Prinsip Kejujuran
Bisnis
tidak akan bertahan lama jika tidak da kejujuran, karena kejujuran merupakan
modal utama untuk memperoleh kepercayaan dari mitra bisnisnya, baik berupa
kepercayaan komersial, material, maupun moril. Kejujuran menuntut adanya
keterbukaan dan kebenaran. Terdapat tinga lingkup kegiatan bisnis yang
berkaitan dengan kejujuran:
1) Kejujuran
relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Pelaku bisnis
disini secara a priori saling percaya
satu sama lain, bahwa masing-masing pihak jujur melaksanakan janjinya. Karena
jika salah satu pihak melanggar, maka tidak mungkin lagi pihak yang
dicuranginya mau bekerjasama lagi, dan pihak pengusaha lainnya akan tahu dan
tentunya malas berbisnis dengan pihak yang bertindak curang tersebut,
2) Kejujuran
relevan dengan penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga yang baik.
Kepercayaan konsumen adalah prinsip pokok dalam berbisnis. Karena jika ada
konsumen yang merasa tertipu, tentunya hal tersebut akan menyebar yang
menyebabkan konsumen tersebut beralih ke produk lain.
3) Kejujuran
relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan yaitu antara pemberi
kerja dan pekerja, dan berkait dengan kepercayaan. Perusahaan akan hancur jika
kejujuran karyawan ataupun atasannya tidak terjaga.
2.1.3 Prinsip Keadilan
Prinsip
ini menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sma sesuai dengan aturan
yang adil dan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggung jawabkan.
Keadilan berarti tidak ad apihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. Salah
satu teori mengenai keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles adalah:
1) Keadilan
legal. Ini menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan
negara. Semua pihak dijamin untuk mendapat perlakuan yang sama sesuai dengan
hukum yang berlaku. Secara khusus dalam bidang bisnis, keadilan legal menuntut
agar negara bersikap netral dalam memperlakukan semua pelaku ekonomi, negara
menjamin kegiatan bisnis yang sehat dan baik dengan mengeluarkan aturan dan
hukum bisnis yang berlaku secara sama bagi semua pelaku bisnis.
2) Keadilan
komunitatif. Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu
dan yang lain. Keadilan ini menyangkut hubungan vertikal antara megara dan
warna negara, dan hubungan horizontal antara warga negara. Dalam bisnis
keadilan ini berlaku sebagai kejadian tukar, yaitu menyangkut pertukaran yang
fair antara pihak-pihak yang terlibat.
3) Keadilan
distributif. Atau disebut juga keadilan ekonomi, yaitu distribusi ekonomi yang
merata atau dianggap adil bagi semua warga negara. Dalam dunia bisnis keadilan
ini berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan dan
ketentuan dalam perusahaan yang juga adil dan baik.
2.1.4 Hormat Pada Diri Sendiri
Berdasarkan
kamus besar bahasa indonesia, kata hormat sebagai kata sifat yang memiliki arti
sebagai menghargai (takzim, khidmat, sopan). Jadi dapat kita tarik kesimpulan
bahwa rasa hormat memiliki pengertian sebagai suatu sikap untuk menghargai atau
sikap sopan. Secara umum rasa hormat mempunyai arti yaitu merupakan suatu sikap
saling menghormati satu sama lain yang muda, hormat kepada yang tua, menyayangi
yang muda. Rasa hormat tidak akan lepas dari rasa menyayangi satu sama lain
karena tanpa adanya rasa hormat, takkan tumbuh rasa saling menyayangi yang ada
hanyalah selalu menganggap kecil atau meremehkan orang lain.
2.1.5 Hak dan Kewajiban
Hak adalah kuasa untuk menerima atau
melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak
tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya
dapat dituntut secara paksa olehnya. Kewajiban adalah sesuatu yang dilakukan
dengan penuh tanggung jawab. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada
pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan.
2.1.6 Teori Etika Lingkungan
1) Ekosentriseme
merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya
teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu
pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi
keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia.
2) Antroposentrisme
adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem
alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam
tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam,
baik secara langsung atau tidak langsung.
3) Biosentrisme
adalah etika lingkungan yang lebih menekankan kehidupan sebagai standar moral
sehingga bukan hanya manusia dan binatang saja yang harus dihargai secara moral
tetapi juga tumbuhan. Menurut Paul Taylor, karenanya tumbuhan dan binatang
secara moral dapat dirugikan dan atau diuntungkan dalam proses perjuangan untuk
hidup mereka sendiri, seperti bertumbub dan bereproduksi.
4) Zoosentrisme
adalah etika yang menekankan perjuangan hak-hak binatang, karenanya etika ini
juga disebut etika pembebasan binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles
Brich. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan
karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga
bagi para penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan
salah satu standar moral.
5) Neo-Utilitarisme
Lingkungan merupakan pengembangan etika utilitarisme Jeremy Bentham yang
menekankan kebaikan untuk semua. Dalam konteks etika lingkungan maka kebaikan
yang dimaksudkan, ditunjukkan untuk selurug makhluk. Tokoh yang melopori etika
ini adalah Peter Singer. Dia beranggapan bahwa menyakiti binatang dapat
dianggap sebagai perbuatan tidak bermoral.
6) Anti-Spesiesme
teori ini menuntut perlakuan yang sama bagi makhluk hidup, karena alasan
semuanya mempunyai kehidupan. Keberlakuan prinsip moral perlakuan yang sama
(equal treatment). Anti-spesisesme membela kepentingan dan kelangsungan hidup
spesies yang ada di bumi. Dasar pertimbangan teori ini adalah aspek sentience,
yaitu kemampuan untuk merasakan sakit, sedih, gembira dan seterusnya. Inti dari
teori biosentris adalah dan seluruh kehidupannya di dalamnya, diberi bobot dan
pertimbangan moral yang sama.
7) Prudential
and Instrumental Argument menekankan bahwa kelangsungan hidup dan kesejahteraan
manusia tergantung dari kualitas dan kelestarian lingkungan. Argumen
insutrumental adalah penggunaan nilai tertentu pada alam dan segala isinya,
yakini sebatas nilai instrumental.
8) Non-antroposentrisme,
teori yang menyatakan manusia merupakan bagian dari alam, bukan di atas atau
terpisah dari alam.
9) The
Free and Rational Being, manusia lebih tinggi dan terhormat dibandingan dengan
makhluk ciptaan lain karena manusia adalah satu-satunya makhluk bebas dan
rasional, oleh karena itu Tuhan menciptakan dan menyediakan segala sesuatu di
bumi demu kepentingan manusia.
10) Teori
Lingkungan yang berpusat pada kehidupan (Life-Centered Theory of Environment)
intinya adalah manusia mempunyai kewajiban moral terhadap alam yang bersumber
dan berdasarkan pada pertimbangan bahwa, kehidupan adala sesuatu yang bernilai.
Etika ini didasarkan pada hubungan yang khas antara alam dan manusia, dan nilai
yang ada pada alam itu sendiri.
2.1.7 Prinsip Etika di Lingkungan Hidup
Sebagai
pegangan dan tuntutan bagi perilaku kita dalam berhadapan dengan alam, terdapat
beberapa prinsip etika lingkungan yaitu:
1. Sikap
Hormat Terhadap Alam
Hormat terhadap alam
merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta
seluruhnya.
2. Prinsip
Tanggung Jawab
Tanggung jawab ini
bukan saja bersifat individu melainkan juga kolektif yang menuntut manusia
untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata
untuk menjaga alam semesta dengan isinya.
3. Prinsip
Solidaritas
Yaitu prinsip yang
membangkitkan rasa solider, perasaan sepenaggungan makhluk hidup lainnya
sehingga mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan.
4. Prinsip
Kasih Sayang dan Kepedulian
Prinsip satu arah,
menuju yang lain tanpa mengharapkan balasan, tidak didasarkan kepada
kepentingan pribadi tapi semata-mata untuk alam.
5. Prinsip
“No Harm”
Yaitu tidak merugikan
atau merusak, karena manusia mempunyai kewajiban moral dan tanggung jawab
terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak
perlu.
6. Prinsip
Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam
Pola asumsi dan
produksi manusia modern harus dibatasi. Prinsip ini muncul didasari karena
selama ini alam hanya sebagai obyek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup
manusia.
7. Prinsip
Keadilan
Prinsip ini berbicara
terhadap akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut
menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam, dan
alam ikut menikmati manfaat sumber daya alam secara lestari.
8. Prinsip
Demokrasi
Prinsip ini didasari
terhadap berbagai jenis perbedaan keanekaragaman sehingga prinsip ini terutama
berkaitan dengan pengambilan kebijkan didalam menentukan baik buruknya, rusak
tidaknya, suatu sumber daya alam.
9. Prinsip
Integritas Moral
Prinsip ini menuntut pejabat publik
agar mempunyai sikap dan perilaku moral yang terhormat serta memegang teguh
untuk mengamankan kepentingan publik yang terkait dengan sumber daya alam.
`
BAB III
Model Etika Dalam Bisnis Sumber
Nilai Etika Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Etika Manajerial
3.1 Imoral manajemen
Immoral manajemen merupakan tingkatan
terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis.
Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak
mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal
organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku
bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan
dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri
sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini
selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai
batu sandungan dalam menjalankanbisnisnya.
3.2 Amoral manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan
moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral
manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak
tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral
ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional
amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa
dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak
langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan
menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki
dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun
mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah
merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih
berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan hukum sebagai
pedoman dalam beraktivitas. Kedua, tipe manajer yang sengaja berbuat amoral.
Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang harus
dijalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan
lain-lain. Namun manajer tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya
berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa
aktivitas bisnis berada di luar dari pertimbangan-pertimbangan etika dan
moralitas.
Widyahartono (1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis dan etika adalah etika, keduanya jangan dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya sebagai berikut :
§ Bisnis adalah suatu bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan ego-pribadi. Bisnis diperlakukan seperti permainan (game) yang aturannya sangat berbeda dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya.
§ Orang yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (sosial responsiveness) akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang tak mengenal “values” yang menghasilkan segala cara.
§ Kalau suatu praktek bisnis dibenarkan secara legal (karena sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan karena law enforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis amoral itu justru menyatakan bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka” (kriteria atau ukuran mereka) dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu yang ”wajar’ menurut mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun ditutup-tutupi tidak mau menjadi “agen moral” karena mereka menganggap hal ini membuang-buang waktu, dan mematikan usaha mencapai laba.
Widyahartono (1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis dan etika adalah etika, keduanya jangan dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya sebagai berikut :
§ Bisnis adalah suatu bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan ego-pribadi. Bisnis diperlakukan seperti permainan (game) yang aturannya sangat berbeda dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya.
§ Orang yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (sosial responsiveness) akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang tak mengenal “values” yang menghasilkan segala cara.
§ Kalau suatu praktek bisnis dibenarkan secara legal (karena sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan karena law enforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis amoral itu justru menyatakan bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka” (kriteria atau ukuran mereka) dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu yang ”wajar’ menurut mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun ditutup-tutupi tidak mau menjadi “agen moral” karena mereka menganggap hal ini membuang-buang waktu, dan mematikan usaha mencapai laba.
3.3 Moral manajemen
Tingkatan tertinggi dari penerapan
nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam
moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar
tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang
termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku
namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya.
Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam
bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga
tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran,
dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat
sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan
bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan
hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip
etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule)
sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.
3.4
Agama, filosofi, budaya dan hukum
1.
Agama
Agama adalah sumber dari segala moral
dalam etika apapun dengan kebenarannya yang absolut. Tiada keraguan dan tidak
boleh di ragukan nilai-nilai etika yang bersumber dari agama. Agama berkorelasi
kuat dengan moral. Setiap agama mengandung ajaran moral atau etika yang
dijadikan pegangan bagi para penganutnya. Pada umumnya, kehidupan beragama yang
baik dan menghasilkan kehidupan moral yang baik pula. Orang-orang dalam
organisasi bisnis secara luas harus menganut nilai shiddiq, tabligh, amanah dan
fathanah.
1. Shiddiq
dapat dimaknai jujur, benar atau sungguh
2. Tabligh
berarti menyampaikan, kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan, menjalin kerjasama,
membentuk reputasi diri dan seterusnya
3. Amanah
berarti dapat dipercaya, punya kelayakan untuk dipercaya atau credible baik
secara moral maupun secara profesional dan fathanah bermakna kecerdasan atau
kecerdikan
Sebagai ajaran yang menetapkan baik-buruk,
benar dan salah suatu tindakan atau perilaku manusia termasuk penyelenggaraan
ekonomi dan bisnis, maka etika sering mengandalkan sumber ajaran agama. Umat
kristiani dalam beretika bisnis merujuk kepada kitab suci agama kristen yaitu
injil, kaum yahudi kepada kitab taurat, dan umat islam kepada etika al-qur’an.
Penganut-penganut agama tertentu dengan keyakinannya menggunakan kitab suci
yang berasal dari tuhan sebagai referensi dalam beretika bisnis, Agama-agama
langit (Kristen, Yahudi, dan Islam) dalam pandangan Hans Kung (2005) memiliki
prinsip-prinsip dasar yang sama dalam etika yakni keadilan, saling menghormati,
dan kejujuran. Referensi agama sebagai metode dan nilai etika biasanya
memberikan keberuntungan kepada segenap partisipan bisnis bik dalam jangka
pendek maupun dalam jangka panjang di dunia dan di akhirat kelak.
Menurut pandangan islam etika manajemen
bisnis berdiri atas empat pilar, yakni: Pertama “Tauhid” yang berarti bahwa
segala asset dari transaksi bisnis yang terjadi di dunia milik allah, manusia
hanya mendapatkan amanah untuk mengelolanya, kedua “Adil”, artinya segala
keputusan menyangkut transaksi dengan lawan bisnis ataukesepakatan kerja harus
dilandasi dengan “akad saling setuju” dengan sistem “profit and loss sharing”.
Ketiga “kehendak bebas” dalam hal ini manjemen islam mempersilahkan umatnya
untuk menumpahkan kreativitas dalam melakukan transaksi bisnisnya sepanjang
memenuhi asas hukum ekonomi islam, yaitu halal dan Keempat adalah
“pertanggungjawaban” semua keputusan seorang pemimpin harus
dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan.
Dalam ajaran islam, etika bisnis
ditekankan pada empat hal, yaitu kesatuan, keseimbangan, kebebasan, dan
tanggung jawab. Etika bisnis islam sesungguhnya menjunjung tinggi semangat
saling percaya, kejujuran dan keadilan, moto seperti jujur untuk modal, akal
untuk laba adalah ajaran-ajaran etika yang bersumber dari agama dan moral.
Selain sumber rujukan tersebut dapat pula digunakan nilai yang positif yang
berkembang di lingkungan umum, lingkungan pekerjaan, dan hati nurani kita.
2. Filosofi
Sumber utama nilai-nilai etika yang
dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi dalam pengeJolaan dan pengendalian
perilaku pebisnis dengan aktifitas usaha bisnisnya adalah filsafat.
Ajaran-ajaran filsafat tersebut mengandung nilai-nilai kebenaran yang bersumber
dari pemikiran-pemikiran filsuf dan ahli filsafat yang terus berkembang sesuai
dengan perkembangan zaman.
3. Budaya
Referensi penting lainnya yang dapat
dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan
budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari
berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan
nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas
tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok
atau suatu komunitas yang lebih besar.
4. Hukum
Untuk menjamin kelanggengan hidup
berbangsa dan bernegara pemerintah menyusun dan memberlakukan hukum, hukum
merupakan aturan hidup yang bersifat memaksa dan si pelanggar dapat diberi
tindakan hukum yang tegas dan nyata. Hukum moral dalam banyak hal lebih banyak
mewarnai nilai-nilai etika. Hukum moral adalah tuntunan perilaku manusia yang
ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati nurani dan bertujuan untuk
mencapai kebahagiaan.
Selain hukum moral yang biasanya tidak
tertulis dan hanya ditulis untuk penjelasan informasi semata, etika bisnis juga
mengadopsi aturan-aturan yang beraku pada suatu daerah, negara atau
kesepakatan-kesepakatan hukum internasional. Harapan-harapan etika ditentukan
oleh hukum yang berlaku itu. Hukum mengatur serta mendorong perbaikan masalah
yaitu dipandang buruk atau baik dalam suatu komunitas. Sayangnya hingga saat
ini kita masih menemukan kendala-kendala penyelenggaraan hukum etika di
indonesia.
Hukum etika dalam masyarakat kita
terutama dalam etika bisnis belum mampu mengantisipasi perkembangan bisnis.
Kita memakluminya, karena hukum dibuat setelah pelanggarang-pelanggaran itu
terjadi dalam suatu komunitas. Dengan sistem hukum yang ada ditambah dengan
hukum agama dan adat sebenarnya indonesia tidak kekurangan referensi etika yang
berasal dari hukum.dalam banyak hal dan kesempatan pelaku usaha kita lebih
banyak menggunakan perangkat hukum sebagai cermin etika dalam penyelenggaraan
fungsi dan kegiatan bisnisnya. Hal ini didasarkan pada pemikiran, bahwa hukum
memiliki bentuk hukuman yang paling tegas dan jelas dibandingkan dengan
sumber-sumber etika lainnya filsafat, budaya dan agama cenderung pada hukuman
yang abstrak seperti dosa, malu, tidak berbudaya dan sebagainya.
3.5 Leadership
Satu hal penting dalam penerapan etika
bisnis di perusahaan adalah peran seorang pemimpin/leadership. Pemimpin menjadi
pemegang kunci pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh seluruh karyawan. Di berbagai
kondisi, saat krisis sekalipun, seorang pemimpin haruslah memiliki kinerja
emosional & etika yang tinggi. Pada prakteknya, dibutuhkan kecerdasan
intelektual, emosional dan spiritual dari seorang pemimpin dalam penerapan
etika bisnis ini.
Kepemimpinan yang baik dalam bisnis adalah kepemimpinan yang beretika. Etika dalam berbisnis memberikan batasan akan apa yang yang sebaiknya dilakukan dan tidak. Pemimpin sebagai role model dalam penerapan etika bisnis, akan mampu mendorong karyawannya untuk terus berkembang sekaligus memotivasi agar kapabilitas karyawan teraktualisasi.
Kepemimpinan yang baik dalam bisnis adalah kepemimpinan yang beretika. Etika dalam berbisnis memberikan batasan akan apa yang yang sebaiknya dilakukan dan tidak. Pemimpin sebagai role model dalam penerapan etika bisnis, akan mampu mendorong karyawannya untuk terus berkembang sekaligus memotivasi agar kapabilitas karyawan teraktualisasi.
3.6 Strategi dan perfomance
Fungsi yang penting dari sebuah
manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi tingginya tingkat persaingan
yang membuat perusahaannya mencapai tujuan perusahaan terutama dari sisi
keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya berbagai kompromi etika.
Sebuah perusahaan yang jelek akan memiliki kesulitan besar untuk menyelaraskan
target yang ingin dicapai perusahaannya dengan standar-standar etika. Karena keseluruhan
strategi perusahaan yang disebut excellence harus bisa melaksanakan seluruh
kebijakan-kebijakan perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan dengan cara yang
jujur.
3.7 Karakter individu
Perjalanan hidup suatu perusahaan tidak
lain adalah karena peran banyak individu dalam menjalankan fungsi-fungsinya
dalam perusahaan tersebut. Perilaku para individu ini tentu akan sangat
mempengaruhi pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam
menjalankan aktivitas bisnisnya.
Semua kualitas individu nantinya akan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang diperoleh dari luar dan kemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam kehidupannya dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor tersebut yang pertama adalah pengaruh budaya, pengaruh budaya ini adalah pengaruh nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya. Seorang berasal dari keluarga tentara, mungkin saja dalam keluarganya di didik dengan disiplin yang kuat, anak anaknya harus beraktivitas sesuai dengan aturan yang diterapkan orang tuanya yang kedua, perilaku ini akan dipengaruhi oleh lingkunganya yang diciptakan di tempat kerjanya. Aturan ditempat kerja akan membimbing individu untuk menjalankan peranannya ditempat kerja. Peran seseorang dalam oerganisasi juga akan menentukan perilaku dalam organisasi,seseorang yang berperangsebagai direktur perusahaan, akan merasa bahwa dia adalah pemimpin dan akan menjadi panutan bagi para karyawannya,sehingga dalam bersikap dia pun akan mencoba menjadi orang yang dapat dicontoh oleh karyawannya, misalnya dia akan selalu datang dan pulang sesuai jam kerja yang ditentukan oleh perusahaan. Faktor yang ketiga adalah berhubungan dengan lingkungan luar tempat dia hidup berupa kondisi politik dan hukum, serta pengaruh–pengaruh perubahan ekonomi. Moralitas seseorang juga ditentukan dengan aturan-aturan yang berlaku dan kondisi negara atau wilayah tempat tinggalnya saat ini. Kesemua faktor ini juga akan terkait dengan status individu tersebut yang akan melekat pada diri individu tersebut yang terwuju dari tingkah lakunya.
Semua kualitas individu nantinya akan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang diperoleh dari luar dan kemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam kehidupannya dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor tersebut yang pertama adalah pengaruh budaya, pengaruh budaya ini adalah pengaruh nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya. Seorang berasal dari keluarga tentara, mungkin saja dalam keluarganya di didik dengan disiplin yang kuat, anak anaknya harus beraktivitas sesuai dengan aturan yang diterapkan orang tuanya yang kedua, perilaku ini akan dipengaruhi oleh lingkunganya yang diciptakan di tempat kerjanya. Aturan ditempat kerja akan membimbing individu untuk menjalankan peranannya ditempat kerja. Peran seseorang dalam oerganisasi juga akan menentukan perilaku dalam organisasi,seseorang yang berperangsebagai direktur perusahaan, akan merasa bahwa dia adalah pemimpin dan akan menjadi panutan bagi para karyawannya,sehingga dalam bersikap dia pun akan mencoba menjadi orang yang dapat dicontoh oleh karyawannya, misalnya dia akan selalu datang dan pulang sesuai jam kerja yang ditentukan oleh perusahaan. Faktor yang ketiga adalah berhubungan dengan lingkungan luar tempat dia hidup berupa kondisi politik dan hukum, serta pengaruh–pengaruh perubahan ekonomi. Moralitas seseorang juga ditentukan dengan aturan-aturan yang berlaku dan kondisi negara atau wilayah tempat tinggalnya saat ini. Kesemua faktor ini juga akan terkait dengan status individu tersebut yang akan melekat pada diri individu tersebut yang terwuju dari tingkah lakunya.
3.8 Budaya oraganisasi
Budaya organisasi adalah suatu kumpulan
nilai-nilai, norma-norma, ritual dan pola tingkah laku yang menjadi
karakteristik suatu organisasi. Setiap budaya perusahaan akan memiliki dimensi
etika yang didorong tidak hanya oleh kebijakan-kebijakan formal perusahaan,
tapi juga karena kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang berkembang dalam
organisasi perusahaan tersebut, sehingga kemudian dipercayai sebagai suatu
perilaku, yang bisa ditandai mana perilaku yang pantas dan mana yang tidak
pantas.
Budaya-budaya perusahaan inilah yang membantu terbentuknya nilai dan moral ditempat kerja, juga moral yang dipakai untuk melayani para stakeholdernya. Aturan-aturan dalam perusahaan dapat dijadikan yang baik. Hal ini juga sangat terkait dengan visi dan misi perusahaan.
Banyak hal-hal lain yang bisa kita jadikan contoh bentuk budaya dalam perusahaan. Ketika masuk dalam sebuah bank, misalnya, satpam bank selalu membukakan pintu untuk pengunjung dan selalu mengucapkan salam, seperti selamat pagi ibu…selamat sore pak…sambil menundukkan badannya, dan nilai-nilai sebagiannya. Ini juga budaya perusahaan, yang dijadikan kebiasaan sehari-hari perusahaan.
Budaya-budaya perusahaan inilah yang membantu terbentuknya nilai dan moral ditempat kerja, juga moral yang dipakai untuk melayani para stakeholdernya. Aturan-aturan dalam perusahaan dapat dijadikan yang baik. Hal ini juga sangat terkait dengan visi dan misi perusahaan.
Banyak hal-hal lain yang bisa kita jadikan contoh bentuk budaya dalam perusahaan. Ketika masuk dalam sebuah bank, misalnya, satpam bank selalu membukakan pintu untuk pengunjung dan selalu mengucapkan salam, seperti selamat pagi ibu…selamat sore pak…sambil menundukkan badannya, dan nilai-nilai sebagiannya. Ini juga budaya perusahaan, yang dijadikan kebiasaan sehari-hari perusahaan.
BAB IV
Norma Dan Etika Dalam Pemasaran
Produksi Manajemen Sumber Daya Manusia Dan Financial
4.1 Pasar dan Perlindungan Konsumen
Pasar adalah
tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual beli
barang atau jasa. Menurut ilmu ekonomi, pasar berkaitan dengan kegiatannya
bukan tempatnya. Ciri khas sebuah pasar adalah adanya kegiatan transaksi atau
jual beli. Para konsumen datang ke pasar untuk berbelanja dengan membawa uang
untuk membayar harganya. Stanton, mengemukakan pengertian pasar yang lebih
luas.
Pasar memiliki
sekurang-kurangnya tiga fungsi utama, yaitu fungsi distribusi, fungsi
pembentukan harga, dan fungsi promosi. Sebagai
fungsi distribusi, pasar berperan sebagai penyalur barang dan jasa dari
produsen ke konsumen melalui transaksi jual beli. Sebagai fungsi pembentukan
harga, di pasar penjual yang melakukan permintaan atas barang yang dibutuhkan. Sebagai
fungsi promosi, pasar juga dapat digunakan untuk memperkenalkan produk baru
dari produsen kepada calon konsumennya.
4.2 Etika Iklan
Periklanan
atau reklame adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modern. Kenyataan ini
berkaitan erat dengan cara berproduksi industri modernyang menghasilkan
produk-produk dalam kuantitas besar, sehingga harus mencari pembeli. Dan pasti
ada kaitannya juga dengan sistem ekonomi pasar, dimana kompetisi dan pesaing
merupakan unsur hakiki. Iklan justru dianggap cara ampuh untuk menonjol dalam
persaingan. Dalam ekonomi subsistensi agraris dulu dan juga dalam ekonomi
berencana komunistis dari abad ke-20 tidak didasarkan kebutuhan akan periklanan
besar-besaran, walaupun dalam sistem ekonomi apapun dipeerlukan metode untuk
memperkenalkan produknya, sekurang-kurangnya memberi tahukan tersedia tidaknya
produk-produk. Dengan meningkatnya keramaian ekonomis, cakupan intensitas
periklanan akan bertambah pula dan sebaliknya dalam keadaan resesi ekonomi
kegiatan reklame akan berkurang. Dalam perkembangan periklanan, media
komunikasi modern – media cetak maupun elektronis, tapi khususnya televisi –
memegang peran jaminan. Fenomenal periklanan ini menimbulkan sebagai masalah
yang berdeda. Mungkin tidak ada kegiatan bisnis lain yang berhadapan dengan
begitu banyak kritik dan tanda tanya seperi periklanan. Dari segi ekonomi
dipertanyakan apakah periklanan – sebagaimana di praktikkan sekarang ini yang
menghabiskan biaya besar sekali – pada dasarnya tidak merupakan pemborosan
saja, karena tidak menambah sesuatu pada produk dan meningkatkan kegunaan bagi
konsumen. Bahkan harus dikatakan, biaya luar biasa besar itu pada akhirnya
dibebankan pada konsumen. Masalah-masalah lain berasal dari konteks sosio –
kultural. Dikemukakan beberapa bahwa iklan-iklan yang setiap hari secara masal
dan intensif dicurahkan diatas masyarakat melalui berbagai media komunikasi,
pada umumnya tidak mendidik, tetapi sebaliknya justru menyebar luaskan selera
yang rendah. Ditegaskan pula bahwa bisnis periklanan memamerkan suatu suasana
hedonistis dan materialistis. Dengan kata lain, periklanan dilatar belakangi
suatu ideologi tersembunyi yang tidak sehat, yaitu ideologi konsumenrisme atau
apapun nama yang ingin kita pilih untuk itu.
4.3 Privasi Konsumen
Adapun
definisi lain dari privasi yaitu sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol
interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan pilihan atau kemampuan untuk
mencapai interaksi seperti yang diinginkan. privasi jangan dipandang hanya
sebagai penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak pihak lain dalam
rangka menyepi saja.
4.4 Multimedia Etika Bisnis
Pada awalnya multimedia hanya
mencakup media yang menjadi konsumsi indra penglihatan (gambar diam, teks,
gambar gerak video, dan gambar gerak rekaan/animasi), dan konsumsi indra
pendengaran (suara). Dalam perkembangannya multimedia mencakup juga kinetik (gerak)
dan bau yang merupakan konsupsi indra penciuman. Multimedia mulai memasukkan
unsur kinetik sejak diaplikasikan pada pertunjukan film 3 dimensi yang
digabungkan dengan gerakan pada kursi tempat duduk penonton. Kinetik dan film 3
dimensi membangkitkan sense realistis.
Pengertia multimedia ialah
penyampaian suatu berita yang meyajikan dan menggabungkan teks, suara, gambar,
animasi, dan video sama dengan apa yang biasa kita sebut dengan media cetak,
media elektronik, dan media online.yang menggunakan alat bantu (tool) dan
koneksi (link) sehingga pengguna bisa mengetahui apa yang ditampilkan
dalam multimedia tersebut ( biasanya multimedia sering digunakan dalam dunia
hiburan ).Multimedia dimanfaatkan juga dalam
dunia pendidikan dan bisnis. Di dunia pendidikan, multimedia digunakan sebagai media pengajaran, baik dalam kelas maupun
secara sendiri-sendiri. Di dunia bisnis, multimedia
digunakan sebagai media profil perusahaan, profil produk, bahkan sebagai media kios informasi dan pelatihan dalam sistem e-learning.
Elemen-elemen dari multimedia
biasanya digabung menjadi satu menggunakan Authoring Tools. Perangkat ini
memiliki kemampuan untuk mengedit teks dan gambar, juga dilengkapi dengan
kemampuan berinteraksi dengan Video Disc Player (VCD), Video Tape Player dan
alat-alat lain yang berhubungan dengan project. Suara atau video yang telah
diedit akan dimasukkan ke dalam Authoring System untuk dimainkan kembali.
Jumlah bagian yang dimainkan ulang dan dipresentasikan disebut Human Interface.
Sedangkan perangkat keras dan perangkat lunak yang menentukan apa yang akan
terjadi dalam suatu project disebut Multimedia Platform atau Environment.
Salah satu cara pemasaran yang
efektif adalah melalui multimedia. Bisnis
multimedia berperan penting dalam menyebarkan informasi, karena multimedia is the using
of media variety to fulfill communications goals. Elemen
dari multimedia terdiri dari teks, graph, audio, video, and animation. Bicara mengenai bisnis multimedia, tidak bisa
lepas dari stasiun TV, koran,
majalah, buku, radio, internet provider, event organizer,
advertising agency, dll. Multimedia memegang peranan penting dalam
penyebaran informasi produk salah satunya dapat terlihat dari iklan-iklan yang menjual satu kebiasaan/produk yang
nantinya akan menjadi satu kebiasaan
populer. Sebagai saluran komunikasi, media berperan efektif sebagai pembentuk sirat konsumerisme.
4.5 Etika Produksi
Etika
adalah seperangkat prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menegaskan tentang
benar dan salah. Sedangkan produksi adalah suatu kegiatan menambah nilai guna
barang dengan menggunakan sumberdaya yang ada
Jadi, Etika Produksi adalah
seperangkat prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menegaskan tentang benar dan
salahnya hal hal yang dikukan dalam proses produksi atau dalam proses
penambahan nilai guna barang.
Tujuan
Produksi antara lain :
1. Memperbanyak
jumlah barang dan jasa
2. Menghasilkan
barang dan jasa yang berkualitas tinggi.
3. Memenuhi
kebutuhan sesuai dengan peradaban.
4. Mengganti
barang-barang yang rusak atau habis.
5. Memenuhi
pasar dalam negeri untuk perusahaan dan rumah tangga
6. Memenuhi
pasar internasional
7. Meningkatkan
kemakmuran
PENTINGNYA ETIKA PRODUKSI
Dalam
proses produksi, subuah produsen pada hakikatnya tentu akan selalu berusaha
untuk menekan biaya produksi dan berusaha untuk mendapatkan laba sebanyak
banyaknya. Dalam upaya produsen untuk memperoleh keuntungan, pasti mereka akan
melakukan banyak hal untuk memperolehnya. Termasuk mereka bisa melakukan hal
hal yang mengancam keselamataan konsumen. Padahal konsumen dan produsen
bekerjasama. Tanpa konsumen, produsen tidak akan berdaya. Seharunyalah produsen
memeberi perhatian dan menjaga konsumen sebagai tanda terima kasih telah
membeli barang atau menggunakan jasa yang mereka tawarkan. Namun banyak
produsen yang tidak menjalankan hal ini. Produsen lebih mementingkan laba.
Seperti banyaknya kasus kasus yang akhirnya mengancam keselamatan konsumen
karena dalam memproduksi, produsen tidak memperhatikan hal hal buruk yang
mungkin terjadi pada konsumen. Bahkan, konsumen ditipu, konsumen ditawarkan
hal-hal yang mereka butuhkan, tapi pada kenyataannya, mereka tidak mendapat apa
yang mereka butuhkan mereka tidak memperoleh sesuai dengan apa yang ditawarkan.
4.6 Pemanfaatan SDM
Berikut ini adalah beberapa manfaat
dari perencanaan SDM yang baik bagi perusahaan:
Perencanaan SDM yang tepat sasaran
akan membuat perusahaan lebih efektif dan efisien. Artinya, perusahaan berjalan
baik dengan personel yang produktif dan jumlah karyawan yang sesuai dengan
kebutuhan. Karyawan yang produktif adalah karyawan yang mampu bekerja sesuai
dengan SOP dengan jam kerja yang sudah ditentukan. Mereka adalah orang-orang
yang mengerjakan dan menghasilkan lebih banyak daripada karyawan rata-rata.
Dengan produktivitas yang tinggi, tidak dibutuhkan jam kerja ekstra (lembur)
ataupun karyawan yang banyak untuk mencapai tujuan perusahaan.
Perencanaan SDM yang baik akan
menimbulkan sikap positif dalam diri karyawan. Jenjang karir yang jelas,
pelatihan teknis dan soft skills yang rutin berkesinambungan,
serta sistem kompensasi dan insentif yang menarik membuat karyawan nyaman dalam
bekerja. Mereka merasa memiliki kemampuan dan mendapat ruang kesempatan yang
cukup untuk terus maju bertumbuh di dalam dan bersama perusahaan. Karyawan tahu
mereka diperhatikan dan dihargai dengan tulus, daripada hanya sekedar menjadi
“sapi perah” perusahaan. Survei di beberapa negara menunjukkan bahwa gaji atau
penghasilan bukanlah faktor utama seseorang bertahan dalam pekerjaannya.
SDM yang kompeten akan didapatkan
dengan perencanaan yang terarah. Hanya karyawan dengan kinerja bagus yang akan
terus mendorong kemajuan perusahaan. Karyawan yang tidak mau berkembang akan
otomatis terdesak oleh sistem. Mereka tidak bisa lagi mengandalkan senioritas
dalam lingkup pekerjaan.
Sistem SDM yang baik mampu
meningkatkan koordinasi antar karyawan dan juga menciptakan atmosfir kerja yang
nyaman dan kondusif. Rasa kekeluargaan bisa dipupuk dan bertumbuh baik,
sehingga hanya ada sedikit perbedaan di pikiran karyawan antara rumah dan
tempat bekerja.
4.7 Etika Kerja
Etika
kerja adalah aturan normatif yang mengandung sistem nilai dan prinsip moral
yang merupakan pedoman bagi karyawan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya
dalam perusahaan. Agregasi dari perilaku karyawan yang beretika kerja merupakan
gambaran etika kerja karyawan dalam perusahaan. Karena itu etika kerja karyawan
secara normatif diturunkan dari etika bisnis. Konsekuensinya etika tidak
diterapkan atau ditujukan untuk para karyawan saja. Artinya kebijakan manajemen
yang menyangkut karyawan seharusnya pula beretika, misalnya keadilan dan
keterbukaan dalam hal kompensasi, karir, dan evaluasi kinerja karyawan. Jadi
setiap keputusan etika dalam perusahaan tidak saja dikaitkan dengan kepentingan
manajemen tetapi juga karyawan.
Etika kerja terkait dengan apa yang seharusnya dilakukan karyawan atau manajer.
Untuk itu etika kerja setiap karyawan didasari prinsip-prinsip:
· Melaksanakan tugas
sesuai dengan visi, misi dan tujuan perusahaan,
· Selalu berorientasi
pada budaya peningkatan mutu kinerja,
· Saling menghormati
sesama karyawan,
· Membangun kerjasama
dalam melaksanakan tugas-tugas perusahaan,
· Memegang amanah
atau tanggung jawab, dan kejujuran,
· Mananamkan
kedisiplinan bagi diri sendiri dan perusahaan.
Menurut Mathis dan Jackson, etika memiliki dimensi-dimensi konsekuensi luas,
alternatif ganda, akibat berbeda, konsekuensi tak pasti, dan efek personal.
4.8 Hak-hak Pekerja
Macam-macam hak pekerja :
1. Hak atas pekerjaan dan upah yang adil
Hak atas pekerjaan merupakan hak azasi manusia, karena.
Hak atas pekerjaan merupakan hak azasi manusia, karena.
a. Kerja
melekat pada tubuh manusia. Kerja adalah aktifitas tubuh dan karena itu tidak
bisa dilepaskan atau difikirkan lepas dari tubuh manusia.
b. Kerja merupakan perwujudan diri manusia, melalui kerja, manusiamerealisasikan dirinya sebagai manusia dan sekaligus membangun hidup danlingkungannya yang lebih manusiawi. Maka melalui kerja manusia menjadi manusia,melalui kerja manusia menentukan hidupnya sendiri sebagai manusia yang mandiri.
c. Hak atas kerja juga merupakan salah satu hak asasi manusia, karena kerja berkaitan dengan hak atas hidup layak.
Hak atas pekerjaan ini tercantum dalam undang-undang dasar 1945 pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa ᾿Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
b. Kerja merupakan perwujudan diri manusia, melalui kerja, manusiamerealisasikan dirinya sebagai manusia dan sekaligus membangun hidup danlingkungannya yang lebih manusiawi. Maka melalui kerja manusia menjadi manusia,melalui kerja manusia menentukan hidupnya sendiri sebagai manusia yang mandiri.
c. Hak atas kerja juga merupakan salah satu hak asasi manusia, karena kerja berkaitan dengan hak atas hidup layak.
Hak atas pekerjaan ini tercantum dalam undang-undang dasar 1945 pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa ᾿Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
2. Hak untuk berserikat dan berkumpul
Dalam memperjuangkan kepentingannya, khususnya hak atas upah yang adil, pekerja harus diakui dan dijamin haknya untuk berserikat dan berkumpul. Yang bertujuan untuk bersatu memperjuangkan hak dan kepentingan semua anggota mereka. Menurut De Geroge, ada dua dasar moral yang penting dari hak untuk berserikat dan berkumpul :
a. Ini merupakan salah satu wujud utama dari hak atas kebebasan yang merupakan salah satu hak asasi manusia.
b. Dengan hak untuk berserikat dan berkumpul, pekerja dapat bersama-sama secara kompakmemperjuangkan hak mereka yang lain, khususnya atas upah yang adil.
Dalam memperjuangkan kepentingannya, khususnya hak atas upah yang adil, pekerja harus diakui dan dijamin haknya untuk berserikat dan berkumpul. Yang bertujuan untuk bersatu memperjuangkan hak dan kepentingan semua anggota mereka. Menurut De Geroge, ada dua dasar moral yang penting dari hak untuk berserikat dan berkumpul :
a. Ini merupakan salah satu wujud utama dari hak atas kebebasan yang merupakan salah satu hak asasi manusia.
b. Dengan hak untuk berserikat dan berkumpul, pekerja dapat bersama-sama secara kompakmemperjuangkan hak mereka yang lain, khususnya atas upah yang adil.
3. Hak atas perlindungan keamanan dan kesehatan
Dewasa ini dalam bisnis modern berkembang paham bahwa para pekerja dijamin keamanan, keselamatan dan kesehatannya. Khususnya dengan berbagai resiko mengharuskan adanya jaminan perlindungan atas keamanan, keselamatan dan kesehatan bagi para pekerja. Karena itulah timbul pekerja yang diasuransikan melalui wahana asuransi kesehatan atau kecelakaan.
Dewasa ini dalam bisnis modern berkembang paham bahwa para pekerja dijamin keamanan, keselamatan dan kesehatannya. Khususnya dengan berbagai resiko mengharuskan adanya jaminan perlindungan atas keamanan, keselamatan dan kesehatan bagi para pekerja. Karena itulah timbul pekerja yang diasuransikan melalui wahana asuransi kesehatan atau kecelakaan.
4. Hak perlakuan keadilan dan hukum
Menegaskan bahwa pada prinsipnya semua pekerja harus diperlakukan sama, secara fair. Artinya tidak boleh ada deskriminasi dalam perusahaan, seperti perbedaan warna kulit, asal daerah, agama dan lain-lain. Disamping itu juga dalam perlakuan peluang jabatan, pelatihan atau pendidikan lebih lanjut.
Menegaskan bahwa pada prinsipnya semua pekerja harus diperlakukan sama, secara fair. Artinya tidak boleh ada deskriminasi dalam perusahaan, seperti perbedaan warna kulit, asal daerah, agama dan lain-lain. Disamping itu juga dalam perlakuan peluang jabatan, pelatihan atau pendidikan lebih lanjut.
5. Hak Atas Rahasia Pribadi
Karyawan
punya hak untuk dirahasiakan data pribadinya, bahkan perusahan harus menerima
bahwa ada hal-hal tertentu yang tidak boleh diketahui oleh perusahaan daningin
tetap dirahasiakan oleh karyawan. Hak atas rahasia pribadi tidak mutlak, dalam
kasus tertentu data yang dianggap paling rahasia harus diketahui oleh
perusahaan atau karyawan lainnya, misalnya orang yang menderita penyakit
tertentu. Ditakutkan apabila sewaktu-waktu penyakit tersebutkambuh akan
merugikan banyak orang atau mungkin mencelakakan orang lain.
6. Hak Atas Kebebasan
Suara Hati
Pekerja
tidak boleh dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu yang dianggapnya tidak
baik, atau mungkin baik menurut perusahaan. Jadi, pekerja harus dibiarkan bebas
mengikuti apa yang menurut suara hatinya adalah hal yang baik.
7.Wistle Blowing
Whistle
blowing adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang
karyawan untuk membocorkan kecurangan entah yang dilakukan oleh perusahaan atau
atasannya kepada pihak lain. Pihak yang dilapori itu bisa saja atasan yang
lebih tinggi atau masyarakat luas. Rahasia perusahaan adalah sesuatu yang
confidential dan memang harus dirahasiakan, dan pada umumnya tidak menyangkut
efek yang merugikan apapun bagi pihak lain, entah itu masyarakat atau
perusahaan lain. Ada dua macam whistle blowing :
a. Whistle blowing internal
Hal ini terjadi ketika seorang atau beberapa orang karyawan tahu mengenai kecurangan yang dilakukan oleh karyawan lain atau kepala bagiannya.
b. Whistle blowing eksternal
Menyangkut kasus dimana seorang pekerja mengetahui kecurangan yang dilakukan perusahaannnya lalu membocorkannya kepada masyarakat karena dia tahu bahwa kecurangan itu akan merugikan masyarakat. Motivasi utamanya adalah mencegah kerugian bagi masyarakat atau konsumen. Pekerja ini punya motivasi moral untuk membela kepentingan konsumen karena dia sadar semua konsumen adalah manusia yang sama.
a. Whistle blowing internal
Hal ini terjadi ketika seorang atau beberapa orang karyawan tahu mengenai kecurangan yang dilakukan oleh karyawan lain atau kepala bagiannya.
b. Whistle blowing eksternal
Menyangkut kasus dimana seorang pekerja mengetahui kecurangan yang dilakukan perusahaannnya lalu membocorkannya kepada masyarakat karena dia tahu bahwa kecurangan itu akan merugikan masyarakat. Motivasi utamanya adalah mencegah kerugian bagi masyarakat atau konsumen. Pekerja ini punya motivasi moral untuk membela kepentingan konsumen karena dia sadar semua konsumen adalah manusia yang sama.
4.9 Hubungan Saling
Menguntungkan
Dalam
prinsip etika bisnis atau dengan kata lain (Mutual Benefit
Principle) hal ini menuntut agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan
satu sama lain. Dalam dunia bisnis, prinsip ini menuntut persaingan bisnis
haruslah bisa melahirkan suatu win-win situation. Ataumenuntut agar
bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
4.10
Persepakatan
Penggunaan Dana
Pengelola
perusahaan mau memberikan informasi tentang rencana penggunaan dana sehingga
penyandang dana dapat mempertimbangkan peluang return dan resiko. Rencana
penggunaan dana harus benar-benar transparan, komunikatif dan mudah dipahami.
Semua harus diatur atau ditentukan dalam perjanjian kerja sama penyandang dana
dengan alokator dana.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sonny Keraf. 1998. Etika Bisnis dan Relevansinya.
Yogyakarta. Kanisius
2. K. Bartens. 2000. Pengantar Etika Bisnis.
Yogyakarta. Kanisius
3. Ketut Rinjin. 2004. Etika Bisnis dan
Implementasinya. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama
4. Erni R. Emawan. 2007. Bussiness Ethics. Alfabeta.
Bandung
5. Agus Arijanto. 2011. Etika Bisnis Bagi Pelaku
Bisnis. Jakarta. Raja Gravindo Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar