BAB XIII DAN BAB XIV
PEMBANGUNAN KOPERASI
14.1 Pembangunan
Koperasi
14.1.1 Pembangunan Koperasi Di Negara Berkembang
Kendala yang dihadapi masyarakat dalamm engembangkan
koperasi di Negara berkembang adalah sebagai berikut :
a) Sering koperasi hanya dianggap sebagai organisasi swadaya
yang otonom partisipatif dan demokratis dari rakyat kecil (kelasbawah) seperti
petani, pengrajin, pedagang dan pekerja/buruh
b) Disamping itu ada berbagai pendapat yang berbeda dan
diskusi-diskusi yang controversial mengenai keberhasilan dan kegagalan serta
dampak koperasi terhadapa proses pembangunan ekonomi social di negara-negaradunia
ketiga (sedangberkembang) merupakan alas an yang mendesak untuk mengadakan
perbaikan tatacara evaluasi atas organisasi-organisasi swadaya koperasi.
c) Kriteria ( tolokukur) yang dipergunakan untuk
mengevaluasi koperasi seperti perkembangan anggota, dan hasil penjualan
koperasi kepada anggota, pangsa pasar penjualan koperasi, modal penyertaan para
anggota, cadangan SHU, rabat dan sebagainya, telah dan masih sering digunakan
sebagai indicator mengenai efisiensi koperasi.
Cara mengatasi perbedaan pendapat tersebut dengan
menciptakan 3 kondisiyaitu :
- Koqnisi
- Apeksi
- Psikomotor
Konsepsi mengenai kebijakan pemerintah dalam perkembangan
koperasi yang otonom dalam bentuk model tiga tahap, yaitu :
- Tahap
pertama : Offisialisasi
pemerintah secara sadar mengambil
peran besar untuk mendorong dan mengembangkan prakarsa dalam proses pembentukan
koperasi. Lalu membimbing pertumbuhannya serta menyediakan berbagai fasilitas
yang diperlukan. Sasarannya adalah agar koperasi dapat hadir dan memberikan
manfaat dalam pembinaan perekonomian rakyat, yang pada gilirannya diharapkan
akan menumbuhkan kembali kepercayaan rakyat sehingga mendorong motivasi mereka
untuk berpartisipasi dalam kegiatan koperasi tersebut.
2. Tahap kedua : De Offisialisasi
Ditandai dengan semakin berkurangnya
peran pemerintah. Diharapkan pada saat bersamaan partisipasi rakyat dalam
koperasi telah mampu menumbuhkan kekuatan intern organisasi koperasi dan mereka
secara bersama telah mulai mampu mengambil keputusan secara lebih mandiri.
3. Tahap ketiga : Otonomi
Tahap ini terlaksana apabila peran
pemerintah sudah bersifat proporsional. Artinya, koperasi sudah mampu mencapai
tahap kedudukan otonomi, berswadaya atau mandiri.
14.1.2 Pembangunan
Koperasi di Indonesia
Sejarah kelahiran dan berkembangnya
koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral.
Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh
karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan
kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting da lam
konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional.
Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan
masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya.
Di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam
kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan
pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran
antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam
memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara
berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri
setelah kemerdekaan, berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan
dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi
pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang diperlukan.
Pembangunan koperasi dapat diartikan sebagai proses
perubahan yang menyangkut kehidupan perkoperasian Indonesia guna mencapai
kesejahteraan anggotanya. Tujuan pembangunan koperasi di Indonesia adalah
menciptakan keadaan masyarakat khususnya anggota koperasi agar mampu mengurus
dirinya sendiri (self help).
- Permasalahan
dalam Pembangunan Koperasi
Koperasi bukan kumpulan modal, dengan demikian tujuan
pokoknya harus benar-benar mengabdi untuk kepentingan anggota dan masyarakat di
sekitarnya. Pembangunan koperasi di Indonesia dihadapkan pada dua masalah pokok
yaitu :
- Masalah
internal koperasi antara lain: kurangnya pemahaman anggota akan manfaat
koperasi dan pengetahuan tentang kewajiban sebagai anggota. Harus ada
sekelompok orang yang punya kepentingan ekonomi bersama yang bersedia
bekerja sama dan mengadakan ikatan sosial. Dalam kelompok tersebut harus
ada tokoh yang berfungsi sebagai penggerak organisatoris untuk
menggerakkan koperasi ke arah sasaran yang benar.
- Masalah
eksternal koperasi antara lain iklim yang mendukung pertumbuhan koperasi
belum selaras dengan kehendak anggota koperasi, seperti kebijakan
pemerintah yang jelas dan efektif untuk perjuangan koperasi, sistem
prasarana, pelayanan, pendidikan, dan penyuluhan.
- Kunci
Pembangunan Koperasi
Menurut Ace Partadiredja dosen Fakultas Ekonomi Universitas
Gajah Mada, faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan koperasi Indonesia adalah
rendahnya tingkat kecerdasan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena
pemerataan tingkat pendidikan sampai ke pelosok baru dimulai pada tahun 1986,
sehingga dampaknya baru bisa dirasakan paling tidak 15 tahun setelahnya.
Berbeda dengan Ace Partadiredja, Baharuddin berpendapat
bahwa faktor penghambat dalam pembangunan koperasi adalah kurangnya dedikasi
pengurus terhadap kelangsungan hidup koperasi. Ini berarti bahwa kepribadian
dan mental pengurus, pengawas, dan manajer belum berjiwa koperasi sehingga
masih perlu diperbaiki lagi.
Prof. Wagiono Ismangil berpendapat bahwa faktor penghambat
kemajuan koperasi adalah kurangnya kerja sama di bidang ekonomi dari masyarakat
kota. Kerja sama di bidang sosial (gotong royong) memang sudah kuat, tetapi
kerja sama di bidang usaha dirasakan masih lemah, padahal kerja sama di bidang
ekonomi merupakan faktor yang sangat menentukan kemajuan lembaga koperasi.
Ketiga masalah di atas merupakan inti dari masalah manajemen
koperasi dan merupakan kunci maju atau tidaknya koperasi di Indonesia.
Untuk meningkatkan kualitas koperasi, diperlukan keterkaitan
timbal balik antara manajemen profesional dan dukungan kepercayaan dari
anggota. Mengingat tantangan yang harus dihadapi koperasi pada waktu yang akan
datang semakin besar, maka koperasi perlu dikelola dengan menerapkan manajemen
yang profesional serta menetapkan kaidah efektivitas dan efisiensi. Untuk
keperluan ini, koperasi dan pembina koperasi perlu melakukan pembinaan dan
pendidikan yang lebih intensif untuk tugas-tugas operasional. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, apabila belum mempunyai tenaga profesional yang
tetap, dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan
yang terkait.
Dekan Fakultas Administrasi Bisnis universitas Nebraska Gaay
Schwediman, berpendapat bahwa untuk kemajuan koperasi maka manajemen
tradisional perlu diganti dengan manajemen modern yang mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
- Semua
anggota diperlakukan secara adil,
- Didukung
administrasi yang canggih,
- Koperasi
yang kecil dan lemah dapat bergabung (merjer) agar menjadi koperasi yang
lebih kuat dan sehat,
- Pembuatan
kebijakan dipusatkan pada sentra-sentra yang layak,
- Petugas
pemasaran koperasi harus bersifat agresif dengan menjemput bola bukan
hanya menunggu pembeli,
- Kebijakan
penerimaan pegawai didasarkan atas kebutuhan, yaitu yang terbaik untuk
kepentingan koperasi,
- Manajer
selalu memperhatikan fungsi perencanaan dan masalah yang strategis,
- Memprioritaskan
keuntungan tanpa mengabaikan pelayanan yang baik kepada anggota dan
pelanggan lainnya,
- Perhatian
manajemen pada faktor persaingan eksternal harus seimbang dengan masalah
internal dan harus selalu melakukan konsultasi dengan pengurus dan
pengawas,
- Keputusan
usaha dibuat berdasarkan keyakinan untuk memperhatikan kelangsungan
organisasi dalam jangka panjang,
- Selalu
memikirkan pembinaan dan promosi karyawan,
- Pendidikan anggota menjadi salah satu program yang rutin untuk dilaksanakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar